5 Kebiasaan Ortu Baby Boomer yang Bikin Kita Musti Sabar
harmonikita.com – Di tengah perbedaan generasi, ada banyak kebiasaan generasi Baby Boomer yang kerap membuat generasi muda—terutama Generasi Z dan Milenial—bingung atau bahkan frustrasi. Perbedaan nilai, cara berpikir, dan gaya hidup sering kali memicu situasi yang penuh tawa, tetapi juga tak jarang menjadi sumber konflik kecil sehari-hari.
Berikut adalah lima kebiasaan khas ortu Boomer yang sering membuat anak muda merasa perlu ekstra sabar dan pengertian.
1. Gaptek: Teknologi, Siapa Takut? Ortu Boomer Ternyata Masih
Kata kunci utama untuk generasi Baby Boomer adalah “gagap teknologi” atau biasa disebut gaptek. Tak bisa dimungkiri, teknologi yang berkembang pesat sering kali menjadi tantangan besar bagi mereka.
Contoh klasik adalah ketika orang tua mencoba memahami fungsi smartphone, mengoperasikan aplikasi media sosial, atau bahkan sekadar mengirimkan pesan teks. Ada banyak cerita lucu, mulai dari salah kirim emoji hingga bingung cara mengunduh aplikasi.
Di balik kekesalan kecil saat harus menjadi “guru teknologi” dadakan, hal ini sebenarnya mencerminkan bagaimana cepatnya teknologi melampaui pengalaman mereka. Namun, bukan berarti mereka tidak mau belajar—hanya saja, prosesnya sering kali memerlukan extra patience.
2. Pola Pikir Konservatif: Antara Tradisi dan Perubahan
Generasi Boomer sering kali membawa nilai-nilai konservatif dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari pandangan politik, pekerjaan, hingga hubungan keluarga. Bagi mereka, stabilitas adalah prioritas, dan ini tercermin dalam keputusan-keputusan yang mereka ambil.
Sebaliknya, generasi muda lebih progresif, terbuka terhadap perubahan, dan mendukung ide-ide yang inklusif. Perbedaan pandangan ini sering kali menjadi pemicu debat panjang, terutama soal pilihan karier, gaya hidup, hingga norma-norma sosial yang berkembang.
Sebagai contoh, ortu Boomer cenderung memandang pekerjaan dengan gaji tetap dan jenjang karier yang jelas sebagai satu-satunya bentuk kesuksesan. Sementara itu, anak muda lebih tertarik pada fleksibilitas kerja, peluang kreatif, atau bahkan menjadi digital nomad.
3. Keras Kepala dan Sulit Berubah: “Cara Lama Itu Paling Benar!”
Salah satu stereotip terbesar tentang generasi Baby Boomer adalah sifat keras kepala mereka. Kebiasaan mempertahankan cara-cara lama sering kali menjadi sumber frustrasi bagi anak muda yang lebih adaptif terhadap perubahan.
Ketika dunia bergerak maju dengan inovasi dan ide-ide baru, ortu Boomer kadang masih berpegang pada “aturan emas” yang mereka yakini sejak muda. Misalnya, mereka mungkin sulit menerima konsep pekerjaan jarak jauh atau cara baru dalam mendidik anak yang lebih memperhatikan kesehatan mental.
Namun, penting untuk diingat bahwa mereka tumbuh dalam masa di mana stabilitas dan tradisi menjadi fondasi kehidupan. Oleh karena itu, perubahan besar-besaran terkadang terasa mengancam bagi mereka.
4. Kurang Peka terhadap Perasaan Anak: “Kan Saya Maksud Baik!”
Generasi Boomer cenderung menggunakan pendekatan yang lebih lugas dan langsung dalam menyampaikan pendapat, bahkan ketika memberi kritik. Kalimat seperti “kapan menikah?” atau “kok kerjanya begitu terus?” sering terdengar, meskipun niatnya baik.
Sayangnya, pendekatan ini sering kali dianggap kurang peka oleh generasi muda yang lebih memperhatikan kesehatan mental dan emosional. Akibatnya, anak muda mungkin merasa tidak dihargai atau bahkan tertekan.
Meskipun demikian, ini bisa menjadi kesempatan untuk mendidik orang tua tentang pentingnya empati dan cara komunikasi yang lebih konstruktif. Generasi muda dapat menjelaskan bahwa ada cara lain yang lebih lembut dan tetap efektif dalam menyampaikan pesan.
5. Ketergantungan pada Tradisi: “Begini Kan Sudah Sejak Dulu!”
Bagi ortu Boomer, tradisi adalah bagian penting dari identitas keluarga dan budaya. Perayaan hari besar, adat istiadat, atau bahkan rutinitas keluarga sering kali dipegang teguh dan dianggap tidak bisa diubah.
Generasi muda yang cenderung fleksibel dan ingin mencoba hal-hal baru sering kali merasa terkekang oleh kebiasaan ini. Misalnya, mereka mungkin ingin merayakan tahun baru dengan teman-teman, sementara orang tua tetap ingin berkumpul bersama keluarga besar.
Namun, ini juga menunjukkan betapa berharganya tradisi bagi generasi yang tumbuh dalam masa-masa penuh ketidakpastian. Tradisi memberi mereka rasa aman dan kebersamaan, sesuatu yang patut dihormati meskipun mungkin perlu disesuaikan dengan zaman.
Membangun Jembatan antara Generasi
Perbedaan pandangan dan kebiasaan antara generasi Baby Boomer dan generasi muda memang bisa menimbulkan gesekan. Namun, ini bukan berarti tidak ada solusi. Kuncinya adalah saling menghormati dan belajar untuk memahami perspektif masing-masing.
Bagi generasi muda, bersikap sabar dan memberikan edukasi yang penuh pengertian dapat membantu mengurangi jurang pemisah. Sementara itu, bagi generasi Boomer, membuka diri terhadap ide-ide baru dan mendengarkan anak-anak mereka bisa menjadi langkah awal untuk menciptakan hubungan yang lebih harmonis.
Pada akhirnya, setiap generasi memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Dengan komunikasi yang baik, perbedaan ini bisa menjadi peluang untuk saling belajar dan tumbuh bersama. Karena, di balik semua kebiasaan yang membuat geleng-geleng kepala, ada cinta dan niat baik yang menyatukan keluarga.