5 Tanda Pekerjaan Toksik Sudah Terlihat Saat Wawancara Kerja (www.freepik.com)
Mendapatkan pekerjaan impian tentu menjadi dambaan setiap orang, namun terkadang, sinyal bahaya dari lingkungan kerja yang kurang sehat atau bahkan toksik sudah bisa tercium bahkan sejak proses wawancara kerja. Alih-alih membawa kebahagiaan dan pengembangan diri, pekerjaan yang toksik justru dapat menguras energi, menurunkan motivasi, hingga berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk jeli mengenali tanda-tanda pekerjaan toksik sejak dini, agar tidak menyesal di kemudian hari.
Proses wawancara kerja bukan hanya menjadi ajang bagi perusahaan untuk menilai kandidat, tetapi juga kesempatan emas bagi para pencari kerja untuk mengamati dan merasakan atmosfer perusahaan. Beberapa petunjuk halus maupun gamblang yang muncul selama wawancara dapat menjadi red flag atau bendera merah yang mengindikasikan potensi lingkungan kerja yang tidak sehat. Mengabaikan tanda-tanda ini bisa berakibat fatal bagi kesejahteraan dan perkembangan karier kamu.
Lantas, apa saja sih tanda-tanda pekerjaan toksik yang mungkin sudah terlihat jelas bahkan saat wawancara kerja? Yuk, kita bahas lima indikator penting yang patut kamu waspadai:
1. Pertanyaan yang Terlalu Negatif atau Meremehkan Kandidat
Salah satu indikasi awal lingkungan kerja yang kurang suportif adalah ketika pewawancara melontarkan pertanyaan yang cenderung negatif, meremehkan pengalaman atau pencapaian kamu sebelumnya, atau bahkan bersifat intimidatif. Pertanyaan yang fokus pada kegagalan masa lalu tanpa memberikan ruang untuk menjelaskan pelajaran yang dipetik, atau komentar-komentar sinis mengenai latar belakang pendidikan atau pengalaman kerja, bisa menjadi pertanda budaya perusahaan yang tidak menghargai dan cenderung merendahkan karyawannya.
Bayangkan jika kamu ditanya, “Jadi, kenapa kamu gagal di pekerjaan sebelumnya?” dengan nada yang menghakimi, alih-alih pertanyaan yang lebih konstruktif seperti, “Apa tantangan terbesar yang pernah kamu hadapi di pekerjaan sebelumnya, dan bagaimana cara kamu mengatasinya?”. Perbedaan dalam formulasi pertanyaan ini sangat signifikan. Pertanyaan negatif cenderung menciptakan suasana tidak nyaman dan menunjukkan fokus pada kekurangan, bukan potensi pertumbuhan.
Selain itu, perhatikan juga apakah pewawancara terlihat tidak tertarik atau bahkan meremehkan pertanyaan yang kamu ajukan. Sikap defensif atau jawaban yang tidak jelas dan terkesan menyembunyikan sesuatu juga patut dicurigai. Sebuah perusahaan yang sehat dan transparan akan terbuka untuk menjawab pertanyaan kandidat dengan jujur dan profesional.
2. Ketidakjelasan Peran dan Tanggung Jawab yang Ditawarkan
Wawancara kerja seharusnya menjadi momen untuk saling bertukar informasi mengenai peran dan tanggung jawab pekerjaan yang ditawarkan. Jika pewawancara memberikan deskripsi pekerjaan yang ambigu, tidak jelas, atau bahkan terkesan berubah-ubah selama percakapan, ini bisa menjadi pertanda kurangnya organisasi dan komunikasi internal yang baik di perusahaan tersebut.
Ketidakjelasan ini dapat berujung pada ekspektasi yang tidak realistis, tumpang tindih tanggung jawab antar karyawan, dan akhirnya menimbulkan stres serta kebingungan dalam bekerja. Kamu berhak mengetahui secara detail apa yang akan menjadi tugas dan tanggung jawabmu, bagaimana alur kerja tim, serta bagaimana kinerja kamu akan dievaluasi. Jika informasi ini sulit didapatkan atau terkesan disembunyikan, berhati-hatilah.
Misalnya, jika kamu bertanya mengenai target kinerja dan jawaban yang diberikan sangat abstrak atau tidak terukur, ini bisa menjadi indikasi bahwa perusahaan sendiri tidak memiliki visi yang jelas atau mungkin memiliki ekspektasi yang tidak masuk akal. Sebuah perusahaan yang baik akan memiliki struktur organisasi yang jelas dan deskripsi pekerjaan yang terdefinisi dengan baik.
3. Pembicaraan yang Terlalu Fokus pada Tekanan dan Jam Kerja Berlebihan
Meskipun beberapa industri mungkin memiliki ritme kerja yang lebih cepat dan menuntut, wawancara kerja yang didominasi oleh pembicaraan mengenai tekanan tinggi, tenggat waktu yang ketat, dan ekspektasi untuk selalu available di luar jam kerja bisa menjadi sinyal bahaya. Jika pewawancara terus-menerus menekankan betapa “sibuknya” perusahaan dan bagaimana karyawan diharapkan untuk “melakukan apa pun yang diperlukan” tanpa batasan yang jelas, ini bisa mengindikasikan budaya kerja yang tidak sehat dan tidak menghargai keseimbangan kehidupan kerja.
Tentu saja, penting untuk memahami bahwa setiap pekerjaan memiliki tantangannya tersendiri. Namun, fokus yang berlebihan pada aspek negatif dan tuntutan yang tidak realistis dapat mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki masalah dalam manajemen beban kerja dan mungkin tidak menghargai waktu istirahat karyawan. Pertanyaan seperti, “Apakah kamu bersedia bekerja di akhir pekan jika dibutuhkan?” adalah wajar, tetapi jika pertanyaan ini diulang-ulang dengan penekanan yang berlebihan, kamu perlu mempertimbangkan implikasinya.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2023, rata-rata jam kerja per minggu di Indonesia adalah sekitar 40 jam. Perusahaan yang secara eksplisit mengharapkan karyawan untuk bekerja jauh melebihi rata-rata ini secara konsisten patut dipertanyakan budaya kerjanya.
4. Sikap Pewawancara yang Tidak Profesional atau Kasar
Sikap pewawancara adalah cerminan langsung dari budaya perusahaan. Jika pewawancara terlambat tanpa alasan yang jelas, tidak fokus selama wawancara, bersikap tidak sopan, atau bahkan melontarkan komentar-komentar yang tidak pantas, ini adalah red flag yang sangat jelas. Bagaimana mereka memperlakukan kandidat selama proses rekrutmen kemungkinan besar akan mencerminkan bagaimana mereka memperlakukan karyawan mereka sehari-hari.
Perilaku tidak profesional seperti menginterupsi terus-menerus, tidak mendengarkan dengan seksama, atau menunjukkan gestur tubuh yang merendahkan adalah indikator kuat bahwa kamu mungkin akan menghadapi lingkungan kerja yang tidak suportif dan tidak menghargai. Ingatlah bahwa wawancara adalah interaksi profesional, dan setiap pihak berhak untuk diperlakukan dengan hormat.
Sebuah studi yang dilakukan oleh LinkedIn pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 75% pencari kerja menganggap pengalaman wawancara yang positif sebagai faktor penting dalam menerima tawaran pekerjaan. Sebaliknya, pengalaman wawancara yang buruk dapat menjadi alasan utama bagi kandidat untuk menolak tawaran, bahkan jika gaji dan benefitnya menarik.
5. Tingginya Tingkat Pergantian Karyawan yang Tersirat
Meskipun pewawancara mungkin tidak secara eksplisit menyebutkan tingginya turnover karyawan, kamu bisa mencoba mencari petunjuk-petunjuk tersirat selama wawancara. Misalnya, jika pewawancara terus-menerus menekankan bahwa posisi ini “baru dibuat” atau “menggantikan seseorang yang pindah ke departemen lain” tanpa memberikan alasan yang jelas, kamu perlu waspada.
Cobalah untuk mengajukan pertanyaan mengenai dinamika tim, bagaimana kolaborasi antar anggota tim, dan sudah berapa lama tim tersebut terbentuk. Jawaban yang tidak jelas, terkesan menghindar, atau menyebutkan perubahan struktur tim yang sering terjadi bisa menjadi indikasi adanya masalah internal yang menyebabkan karyawan tidak betah.
Selain itu, kamu juga bisa melakukan riset kecil-kecilan mengenai perusahaan tersebut melalui platform seperti LinkedIn atau Glassdoor. Perhatikan ulasan-ulasan dari mantan atau karyawan saat ini. Meskipun tidak semua ulasan bisa dijadikan patokan mutlak, pola keluhan yang berulang mengenai manajemen yang buruk, tekanan kerja yang berlebihan, atau kurangnya apresiasi bisa menjadi pertimbangan serius.
Mengenali Tanda Awal adalah Kunci
Proses wawancara kerja adalah kesempatan dua arah. Jangan hanya fokus untuk menjawab pertanyaan dengan baik, tetapi juga gunakan kesempatan ini untuk mengamati dan menilai apakah perusahaan tersebut memiliki nilai-nilai dan budaya kerja yang sesuai dengan harapanmu. Mengabaikan tanda-tanda pekerjaan toksik sejak awal dapat membawa penyesalan di kemudian hari.
Ingatlah bahwa kamu berhak untuk bekerja di lingkungan yang sehat, suportif, dan memungkinkanmu untuk berkembang. Jika kamu merasakan adanya red flag yang signifikan selama wawancara, jangan ragu untuk mempertimbangkan kembali tawaran pekerjaan tersebut, meskipun mungkin terasa sulit. Kesehatan mental dan kesejahteraan diri jauh lebih berharga daripada pekerjaan dengan gaji tinggi namun lingkungan yang merusak.
Dengan kejelian dan intuisi yang kuat, kamu dapat menghindari jebakan pekerjaan toksik dan menemukan tempat kerja yang benar-benar memberdayakan dan mendukung perkembangan kariermu. Percayalah pada instingmu dan jangan takut untuk mengatakan tidak pada lingkungan yang berpotensi merugikan. Masa depan karier yang cerah menanti kamu di tempat yang tepat.
