Kebiasaan Lama yang Merugikan di Era Kerja Fleksibel
harmonikita.com – Dulu, pemandangan kantor yang ramai dengan karyawan duduk di meja masing-masing dari jam 9 pagi hingga 5 sore adalah norma. Namun, dengan semakin maraknya tren kerja fleksibel, banyak kebiasaan yang dulunya dianggap sebagai fondasi produktivitas justru menjadi penghambat kemajuan. Mari kita telaah lebih dalam mengapa kebiasaan-kebiasaan paling umum di dunia kerja ini tidak lagi relevan di era yang serba fleksibel ini.
Ketergantungan pada Kehadiran Fisik di Kantor
Salah satu kebiasaan yang paling mengakar adalah keharusan untuk selalu hadir secara fisik di kantor. Di era sebelum teknologi secanggih sekarang, tentu saja kehadiran fisik menjadi satu-satunya cara untuk berkolaborasi dan menyelesaikan pekerjaan bersama. Namun, kemajuan teknologi komunikasi dan kolaborasi daring telah mengubah lanskap ini secara fundamental. Berbagai platform seperti video conferencing, aplikasi chatting, dan tools manajemen proyek memungkinkan tim untuk bekerja secara efektif dari mana saja. Memaksakan kehadiran fisik tanpa alasan yang kuat kini justru bisa membatasi potensi karyawan, mengurangi keseimbangan hidup, dan bahkan meningkatkan biaya operasional perusahaan. Studi terbaru menunjukkan bahwa perusahaan yang menawarkan opsi kerja fleksibel cenderung memiliki tingkat kepuasan dan retensi karyawan yang lebih tinggi.
Pengukuran Produktivitas Berdasarkan Jam Kerja
Kebiasaan lain yang mulai usang adalah mengukur produktivitas berdasarkan jam kerja. Logika sederhananya, semakin banyak jam yang dihabiskan di kantor, semakin banyak pula pekerjaan yang dihasilkan. Namun, era fleksibel menuntut perubahan paradigma ini. Fokus seharusnya bergeser dari berapa lama seseorang bekerja menjadi apa yang berhasil mereka capai. Karyawan yang bekerja dari rumah atau dengan jam kerja yang tidak konvensional mungkin saja lebih produktif karena mereka memiliki kontrol lebih besar atas lingkungan dan waktu kerja mereka. Sebuah laporan dari Harvard Business Review menemukan bahwa karyawan yang memiliki fleksibilitas waktu cenderung lebih fokus dan memiliki tingkat energi yang lebih tinggi selama jam kerja mereka. Mengukur produktivitas berdasarkan output dan hasil kerja, bukan sekadar waktu yang dihabiskan, menjadi kunci di era ini.
Asumsi Pertemuan Tatap Muka Sebagai Satu-satunya Cara Koordinasi Efektif
Kemudian, ada anggapan bahwa pertemuan tatap muka adalah satu-satunya cara efektif untuk berkoordinasi. Meskipun interaksi langsung memiliki nilai tersendiri dalam membangun hubungan dan komunikasi nonverbal, terlalu banyak pertemuan tatap muka yang tidak terstruktur dan tidak memiliki agenda yang jelas justru bisa menjadi pemborosan waktu yang signifikan. Di era fleksibel, komunikasi yang efektif dapat dilakukan melalui berbagai saluran digital. Email, pesan instan, dan video call dapat menjadi alternatif yang lebih efisien untuk menyampaikan informasi dan berdiskusi, terutama untuk hal-hal yang tidak memerlukan kehadiran fisik. Perusahaan yang sukses di era fleksibel adalah mereka yang mampu memanfaatkan teknologi untuk memfasilitasi komunikasi yang efektif tanpa harus selalu bertatap muka.
Budaya Kerja Individual dan Terkotak-kotak
Kebiasaan bekerja secara individual dan terkotak-kotak juga semakin tidak relevan. Era fleksibel seringkali menuntut kolaborasi yang lebih cair dan lintas fungsi. Tim yang bekerja dari berbagai lokasi dan dengan jadwal yang berbeda perlu memiliki kemampuan untuk berkolaborasi secara efektif melalui platform digital. Sikap tertutup dan enggan berbagi informasi hanya akan menghambat inovasi dan efisiensi. Perusahaan perlu mendorong budaya kolaborasi yang terbuka dan memanfaatkan tools digital untuk memfasilitasi kerja tim yang sinergis, meskipun para anggota tim tidak berada di lokasi yang sama.