5 Kebiasaan Ortu Baby Boomer yang Bikin Kita Musti Sabar

5 Kebiasaan Ortu Baby Boomer yang Bikin Kita Musti Sabar

harmonikita.com – Di tengah perbedaan generasi, ada banyak kebiasaan generasi Baby Boomer yang kerap membuat generasi muda—terutama Generasi Z dan Milenial—bingung atau bahkan frustrasi. Perbedaan nilai, cara berpikir, dan gaya hidup sering kali memicu situasi yang penuh tawa, tetapi juga tak jarang menjadi sumber konflik kecil sehari-hari.

Berikut adalah lima kebiasaan khas ortu Boomer yang sering membuat anak muda merasa perlu ekstra sabar dan pengertian.

1. Gaptek: Teknologi, Siapa Takut? Ortu Boomer Ternyata Masih

Kata kunci utama untuk generasi Baby Boomer adalah “gagap teknologi atau biasa disebut gaptek. Tak bisa dimungkiri, teknologi yang berkembang pesat sering kali menjadi tantangan besar bagi mereka.

Contoh klasik adalah ketika orang tua mencoba memahami fungsi smartphone, mengoperasikan aplikasi media sosial, atau bahkan sekadar mengirimkan pesan teks. Ada banyak cerita lucu, mulai dari salah kirim emoji hingga bingung cara mengunduh aplikasi.

Baca Juga :  Gaya Hidup Sehat 2025, Transformasi Diri untuk Hidup yang Lebih Bahagia

Di balik kekesalan kecil saat harus menjadi “guru teknologi” dadakan, hal ini sebenarnya mencerminkan bagaimana cepatnya teknologi melampaui pengalaman mereka. Namun, bukan berarti mereka tidak mau belajar—hanya saja, prosesnya sering kali memerlukan extra patience.

2. Pola Pikir Konservatif: Antara Tradisi dan Perubahan

Generasi Boomer sering kali membawa nilai-nilai konservatif dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari pandangan politik, pekerjaan, hingga hubungan keluarga. Bagi mereka, stabilitas adalah prioritas, dan ini tercermin dalam keputusan-keputusan yang mereka ambil.

Sebaliknya, generasi muda lebih progresif, terbuka terhadap perubahan, dan mendukung ide-ide yang inklusif. Perbedaan pandangan ini sering kali menjadi pemicu debat panjang, terutama soal pilihan karier, gaya hidup, hingga norma-norma sosial yang berkembang.

Sebagai contoh, ortu Boomer cenderung memandang pekerjaan dengan gaji tetap dan jenjang karier yang jelas sebagai satu-satunya bentuk kesuksesan. Sementara itu, anak muda lebih tertarik pada fleksibilitas kerja, peluang kreatif, atau bahkan menjadi digital nomad.

3. Keras Kepala dan Sulit Berubah: “Cara Lama Itu Paling Benar!”

Salah satu stereotip terbesar tentang generasi Baby Boomer adalah sifat keras kepala mereka. Kebiasaan mempertahankan cara-cara lama sering kali menjadi sumber frustrasi bagi anak muda yang lebih adaptif terhadap perubahan.

Baca Juga :  Jangan Salah, Orang Humoris itu Memang Cerdas!

Ketika dunia bergerak maju dengan inovasi dan ide-ide baru, ortu Boomer kadang masih berpegang pada “aturan emas” yang mereka yakini sejak muda. Misalnya, mereka mungkin sulit menerima konsep pekerjaan jarak jauh atau cara baru dalam mendidik anak yang lebih memperhatikan kesehatan mental.

Namun, penting untuk diingat bahwa mereka tumbuh dalam masa di mana stabilitas dan tradisi menjadi fondasi kehidupan. Oleh karena itu, perubahan besar-besaran terkadang terasa mengancam bagi mereka.

4. Kurang Peka terhadap Perasaan Anak: “Kan Saya Maksud Baik!”

Generasi Boomer cenderung menggunakan pendekatan yang lebih lugas dan langsung dalam menyampaikan pendapat, bahkan ketika memberi kritik. Kalimat seperti “kapan menikah?” atau “kok kerjanya begitu terus?” sering terdengar, meskipun niatnya baik.

Baca Juga :  Etika Krusial Keluarga Besar, Taklukkan Dinamika Raih Kehangatan

Sayangnya, pendekatan ini sering kali dianggap kurang peka oleh generasi muda yang lebih memperhatikan kesehatan mental dan emosional. Akibatnya, anak muda mungkin merasa tidak dihargai atau bahkan tertekan.

Meskipun demikian, ini bisa menjadi kesempatan untuk mendidik orang tua tentang pentingnya empati dan cara komunikasi yang lebih konstruktif. Generasi muda dapat menjelaskan bahwa ada cara lain yang lebih lembut dan tetap efektif dalam menyampaikan pesan.

5. Ketergantungan pada Tradisi: “Begini Kan Sudah Sejak Dulu!”

Bagi ortu Boomer, tradisi adalah bagian penting dari identitas keluarga dan budaya. Perayaan hari besar, adat istiadat, atau bahkan rutinitas keluarga sering kali dipegang teguh dan dianggap tidak bisa diubah.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *