Generasi Z Burnout? Antara Tuntutan Dunia dan Kesehatan Mental yang Terluka
Dampak Burnout pada Generasi Z
Burnout bukanlah sekadar kelelahan biasa. Kondisi ini memiliki dampak serius pada berbagai aspek kehidupan Generasi Z, baik secara fisik, mental, maupun sosial.
Kesehatan Mental dan Fisik Menurun
Burnout dapat memicu berbagai masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, insomnia, dan gangguan makan. Secara fisik, burnout dapat menyebabkan sakit kepala kronis, masalah pencernaan, penurunan sistem imun, dan penyakit kardiovaskular.
Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Occupational Health Psychology menemukan bahwa burnout berkorelasi signifikan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner. Generasi Z perlu menyadari bahwa burnout bukan hanya masalah mental, tetapi juga dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik jangka panjang.
Produktivitas dan Kinerja Akademik/Kerja Menurun
Meskipun awalnya mungkin terdorong oleh budaya hustle dan tekanan produktivitas, burnout justru akan menurunkan kinerja Generasi Z dalam jangka panjang. Kelelahan kronis, kurang motivasi, dan kesulitan berkonsentrasi adalah gejala burnout yang dapat menghambat produktivitas di sekolah, kampus, atau tempat kerja.
Riset dari Gallup menunjukkan bahwa karyawan yang mengalami burnout 63% lebih mungkin mengambil cuti sakit dan 23% lebih mungkin mengunjungi ruang gawat darurat. Burnout bukan hanya merugikan individu, tetapi juga organisasi dan masyarakat secara keseluruhan karena menurunkan produktivitas dan meningkatkan biaya kesehatan.
Hubungan Sosial yang Tegang
Burnout dapat membuat seseorang menarik diri dari lingkungan sosial dan kehilangan minat pada interaksi sosial. Mereka mungkin menjadi mudah marah, sensitif, dan sulit berempati terhadap orang lain. Kondisi ini dapat merusak hubungan dengan keluarga, teman, dan pasangan.
Penelitian dari Social Science & Medicine menemukan bahwa burnout berkorelasi dengan penurunan kualitas hubungan interpersonal dan peningkatan risiko konflik dalam hubungan. Generasi Z perlu menjaga koneksi sosial yang sehat sebagai bagian dari strategi mengatasi burnout.
Solusi Mengatasi Burnout pada Generasi Z
Mengatasi burnout membutuhkan pendekatan holistik dan berkelanjutan. Generasi Z perlu mengembangkan strategi adaptif untuk menghadapi tekanan hidup dan membangun resilience atau ketahanan mental.
Menerapkan Work-Life Balance yang Sehat
Keseimbangan antara pekerjaan atau studi dengan kehidupan pribadi adalah kunci utama mencegah dan mengatasi burnout. Generasi Z perlu belajar memprioritaskan waktu istirahat, rekreasi, dan self-care. Jadwalkan waktu luang seperti halnya jadwal kerja atau kuliah, dan disiplin dalam menjalankannya.
Misalnya, tetapkan batasan jam kerja atau jam belajar yang jelas, hindari membawa pekerjaan ke rumah, dan luangkan waktu untuk hobi, olahraga, atau kegiatan sosial yang menyenangkan. Keseimbangan work-life balance yang sehat akan membantu mengisi ulang energi dan menjaga kesehatan mental.
Membangun Batasan yang Jelas
Generasi Z perlu belajar mengatakan “tidak” pada permintaan atau ekspektasi yang berlebihan, baik dari lingkungan kerja, sosial, maupun diri sendiri. Menetapkan batasan yang jelas adalah bentuk self-compassion atau welas asih pada diri sendiri. Jangan takut dianggap tidak produktif atau tidak ambisius jika menolak tugas tambahan atau menghindari lingkungan yang toxic.
Batasan yang sehat juga berlaku dalam penggunaan teknologi dan media sosial. Tetapkan waktu khusus untuk detox media sosial, matikan notifikasi yang mengganggu, dan hindari memeriksa gadget sebelum tidur atau saat bangun tidur. Batasan yang jelas akan membantu melindungi energi dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting.