Hubungan Tenang Malah Toksik! Kedamaian Semu?
harmonikita.com – Siapa sih yang nggak mendambakan hubungan yang adem ayem, tanpa drama, dan penuh ketenangan? Bayangan kencan romantis di bawah bintang-bintang atau obrolan hangat di sore hari seringkali menjadi idaman. Namun, tahukah kamu bahwa terkadang, hubungan yang tampak tenang justru menyimpan potensi bahaya laten yang bisa jadi lebih merusak daripada pertengkaran hebat? Fenomena ini mungkin terdengar paradoks, tetapi inilah kenyataan yang perlu kita waspadai.
Banyak orang mengasosiasikan hubungan yang sehat dengan minimnya konflik. Padahal, perbedaan pendapat dan perselisihan kecil adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Justru, ketiadaan konfrontasi sama sekali bisa menjadi sinyal adanya masalah yang lebih dalam. Mengapa demikian? Mari kita telaah lebih lanjut.
Mengapa “Tenang” Bisa Berarti “Bermasalah”?
Ketidakadaan konflik dalam suatu hubungan seringkali disalahartikan sebagai harmoni sempurna. Padahal, di balik permukaan yang tenang ini, berbagai masalah bisa saja terpendam dan menunggu waktu untuk meledak. Berikut beberapa alasan mengapa hubungan yang terlampau tenang patut dicurigai:
1. Komunikasi yang Tertutup dan Tidak Jujur
Dalam hubungan yang “tenang” namun tidak sehat, salah satu atau kedua belah pihak mungkin menghindari percakapan yang sulit atau tidak nyaman. Mereka memilih untuk memendam perasaan, kekecewaan, atau bahkan kemarahan demi menjaga “kedamaian”. Padahal, komunikasi yang jujur dan terbuka adalah fondasi utama dari hubungan yang sehat. Jika masalah tidak pernah dibicarakan, bagaimana mungkin solusi bisa ditemukan?
Bayangkan kamu merasa tidak nyaman dengan kebiasaan pasanganmu, tetapi kamu memilih diam karena takut menyulut pertengkaran. Lama kelamaan, rasa tidak nyaman ini akan menumpuk menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Ketenangan yang ada hanyalah ilusi, sebuah topeng yang menyembunyikan bara api di dalamnya.
2. Menghindari Konfrontasi Demi Kenyamanan Sesaat
Terkadang, salah satu atau kedua pasangan memilih untuk mengalah terus-menerus demi menjaga suasana tetap kondusif. Meskipun tampak seperti pengorbanan, perilaku ini justru bisa merugikan hubungan dalam jangka panjang. Satu pihak akan merasa tidak didengarkan dan kebutuhannya tidak terpenuhi, sementara pihak lain mungkin merasa terbebani karena harus selalu mengakomodasi.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Social and Personal Relationships menunjukkan bahwa pasangan yang menghindari konflik secara konsisten cenderung memiliki tingkat kepuasan hubungan yang lebih rendah. Mereka mungkin tampak tenang di luar, tetapi di dalam hati menyimpan rasa frustrasi dan kekecewaan yang mendalam.
3. Kurangnya Keintiman Emosional yang Sejati
Ketenangan yang dipaksakan juga bisa menjadi indikasi kurangnya keintiman emosional yang sesungguhnya. Pasangan mungkin menghabiskan waktu bersama secara fisik, tetapi tidak terhubung secara emosional. Mereka tidak berbagi perasaan terdalam, ketakutan, atau impian mereka. Hubungan menjadi dangkal dan terasa hampa meskipun tampak damai dari luar.
Keintiman emosional dibangun melalui kerentanan dan kejujuran. Jika pasangan tidak berani menunjukkan diri mereka yang sebenarnya karena takut merusak “ketenangan”, maka hubungan tersebut tidak akan pernah mencapai kedalaman yang sesungguhnya.
4. Adanya Kontrol dan Manipulasi Terselubung
Dalam beberapa kasus, hubungan yang tampak tenang justru menjadi taktik manipulasi. Salah satu pihak mungkin menciptakan suasana tenang untuk mengontrol pasangannya tanpa terlihat agresif. Misalnya, mereka mungkin menggunakan silent treatment atau menarik diri secara emosional untuk menghukum atau mengendalikan perilaku pasangannya.
Perilaku pasif-agresif semacam ini sangat merusak karena tidak adanya konfrontasi langsung membuat korban merasa bingung dan tidak berdaya. Ketenangan yang ada bukanlah kedamaian, melainkan bentuk kontrol yang halus namun efektif.