One and Done, Pilihan Bijak atau Takut Miskin?
harmonikita.com – Keputusan untuk memiliki “one and done”, atau hanya satu anak, semakin jamak terlihat di kalangan orang tua milenial. Fenomena ini memunculkan berbagai pertanyaan: Apakah ini murni pilihan pribadi yang didasari pertimbangan matang, ataukah sekadar respons terhadap tekanan sosial dan ekonomi zaman sekarang? Mari kita telaah lebih dalam tren yang sedang berkembang ini.
Mengapa “One and Done” Semakin Populer?
Ada beragam faktor yang melatarbelakangi keputusan orang tua milenial untuk memiliki satu anak saja. Beberapa di antaranya adalah:
Pertimbangan Ekonomi yang Realistis
Generasi milenial tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi global. Biaya hidup yang terus meningkat, terutama biaya pendidikan dan pengasuhan anak, menjadi pertimbangan utama. Membesarkan satu anak tentu secara finansial terasa lebih manageable dibandingkan memiliki beberapa anak. Sumber daya yang ada dapat difokuskan untuk memberikan yang terbaik bagi buah hati tunggal.
Fokus pada Pengembangan Diri dan Karier
Banyak orang tua milenial yang memiliki ambisi kuat dalam karier dan pengembangan diri. Memiliki satu anak memberikan fleksibilitas yang lebih besar untuk mengejar tujuan-tujuan tersebut tanpa harus terpecah fokusnya pada pengasuhan banyak anak. Waktu dan energi yang tersedia dapat dialokasikan untuk aktualisasi diri di luar peran sebagai orang tua.
Kesadaran akan Isu Lingkungan
Isu lingkungan semakin menjadi perhatian generasi milenial. Beberapa orang tua memilih “one and done” sebagai bentuk kontribusi terhadap keberlanjutan bumi. Mereka menyadari bahwa memiliki lebih sedikit anak berarti mengurangi jejak karbon keluarga secara signifikan.
Perubahan Prioritas dan Gaya Hidup
Gaya hidup modern yang serba cepat dan individualistis juga turut memengaruhi keputusan ini. Orang tua milenial cenderung lebih menghargai waktu luang, fleksibilitas, dan kemandirian. Memiliki satu anak dianggap memberikan keseimbangan yang lebih baik antara kehidupan pribadi, karier, dan keluarga.
Pengalaman Masa Kecil dan Dinamika Keluarga
Tidak sedikit orang tua milenial yang tumbuh dalam keluarga besar dan memiliki pengalaman yang beragam terkait hal tersebut. Beberapa mungkin merasa bahwa membesarkan satu anak memungkinkan mereka memberikan perhatian yang lebih intens dan berkualitas. Sementara yang lain mungkin memiliki kenangan masa kecil yang kurang ideal dalam keluarga besar, sehingga memilih pola keluarga yang berbeda.
Tekanan Sosial di Balik Pilihan “One and Done”
Meskipun banyak yang menjadikan “one and done” sebagai pilihan sadar, tak dapat dipungkiri bahwa tekanan sosial juga turut berperan. Beberapa bentuk tekanan tersebut antara lain:
Stereotip Anak Tunggal
Anak tunggal sering kali distigmatisasi sebagai anak yang manja, egois, dan kesepian. Orang tua mungkin merasa perlu “membuktikan” bahwa anak tunggal mereka dapat tumbuh menjadi individu yang mandiri dan sosial. Hal ini secara tidak langsung menekan mereka untuk memberikan segala yang terbaik bagi satu-satunya anak mereka.
Pertanyaan dan Komentar yang Tidak Henti
Orang tua dengan satu anak sering kali menerima pertanyaan dan komentar yang kurang sensitif dari lingkungan sekitar. Pertanyaan seperti “Kapan nambah?”, “Kasihan anakmu sendirian,” atau “Nanti kalau kamu tua siapa yang urus?” bisa menjadi beban psikologis tersendiri.
Perbandingan dengan Keluarga Lain
Media sosial dan interaksi sosial sehari-hari sering kali menampilkan gambaran ideal keluarga dengan banyak anak. Hal ini dapat memicu perasaan tidak nyaman atau bahkan bersalah pada orang tua yang memilih “one and done,” seolah-olah pilihan mereka kurang “sempurna.”