7 Ekspektasi Toxic yang Harus Dihindari Orang Tua terhadap Anak Dewasa
Misalnya, anak mungkin memilih untuk tidak beragama sama seperti orang tua, atau memiliki pandangan politik yang bertolak belakang. Menurut penelitian dari Universitas Gadjah Mada (2023), 52% anak dewasa di Indonesia merasa tidak bebas mengemukakan pendapat di hadapan orang tua. Untuk menghindari konflik, orang tua bisa belajar menjadi pendengar yang aktif, bukan hanya penuntut.
6. Menganggap Kegagalan Anak sebagai “Aib Keluarga”
Tidak semua anak dewasa mampu meraih kesuksesan sesuai standar orang tua. Kegagalan dalam bisnis, karier, atau rumah tangga seringkali dianggap sebagai aib. Padahal, tekanan seperti ini justru memperburuk kesehatan mental anak. Data Kemenkes RI (2023) menyebutkan bahwa 1 dari 5 remaja dan dewasa muda di Indonesia mengalami gejala depresi, dengan penyebab utama berupa tekanan keluarga.
Orang tua perlu menyadari bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Alih-alih menyalahkan, berikan dukungan moral agar anak bangkit kembali. Contohnya, membantu mencari solusi atau sekadar menjadi tempat curhat tanpa menghakimi.
7. Menuntut Anak untuk Mengurus Saudara Kecil atau Keluarga Besar Secara Penuh
Di budaya kolektif seperti Indonesia, anak tertua seringkali diharapkan menjadi “pahlawan” yang menanggung kebutuhan adik atau keluarga besar. Meski membantu keluarga adalah nilai mulia, menuntut anak dewasa untuk mengorbankan hidupnya sepenuhnya bisa menimbulkan kelelahan emosional.
Survei dari Platform Cermati (2023) mengungkap bahwa 38% pekerja di usia 30-40 tahun kesulitan menabung karena harus membantu ekonomi keluarga. Orang tua sebaiknya tidak menjadikan hal ini sebagai kewajiban mutlak. Jika anak bersedia membantu, apresiasi itu. Jika tidak, cari solusi lain seperti membuka usaha bersama atau memanfaatkan bantuan pemerintah.
Membangun Hubungan Sehat dengan Anak Dewasa: Tips Praktis untuk Orang Tua
Lalu, bagaimana cara menjaga ikatan dengan anak dewasa tanpa mengekang? Berikut beberapa tips yang bisa diterapkan:
- Komunikasi Dua Arah: Jadikan obrolan sebagai sarana bertukar pikiran, bukan instruksi satu arah.
- Hargai Privasi: Jangan mengintervensi kehidupan pribadi anak, seperti hubungan asmara atau kebiasaan sehari-hari.
- Fokus pada Diri Sendiri: Isi waktu dengan aktivitas produktif seperti kuliah online, berkebun, atau bergabung dengan komunitas.
- Terima Perubahan: Sadari bahwa nilai dan tren terus berkembang. Apa yang dulu dianggap tabu, kini mungkin sudah menjadi hal biasa.
Cinta Tanpa Syarat adalah Kunci
Melihat anak dewasa mandiri dan bahagia adalah impian semua orang tua. Namun, jalan menuju kebahagiaan setiap orang berbeda. Dengan mengurangi ekspektasi yang tidak realistis, orang tua justru membuka ruang bagi anak untuk tumbuh sebagai pribadi yang bertanggung jawab. Ingatlah: mencintai tanpa syarat berarti menerima anak apa adanya, bukan seperti yang kita inginkan.