Jalan di Tempat? Bisa Jadi Itu Depresi Fungsional!

Jalan di Tempat? Bisa Jadi Itu Depresi Fungsional! (www.freepik.com)

harmonikita.com- Pernah nggak sih kamu ngerasa kayak lagi jalan di tempat? Semua rutinitas berjalan lancar, kerjaan beres, bahkan mungkin masih bisa ketawa bareng teman. Tapi jauh di lubuk hati, ada sesuatu yang terasa berat dan nggak mengenakkan. Nah, hati-hati, bisa jadi itu adalah tanda-tanda depresi fungsional, sebuah kondisi yang seringkali terlewatkan karena tampak “normal” dari luar.

Depresi fungsional, atau dikenal juga sebagai distimia atau persistent depressive disorder (PDD), bukanlah sekadar perasaan sedih sesaat. Ini adalah bentuk depresi kronis dengan gejala yang berlangsung setidaknya dua tahun pada orang dewasa dan satu tahun pada anak-anak serta remaja. Bedanya dengan depresi mayor yang gejalanya lebih intens dan mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan, depresi fungsional seringkali tersembunyi di balik kemampuan seseorang untuk tetap menjalankan rutinitasnya. Mereka tetap bisa bekerja, kuliah, mengurus keluarga, bahkan bersosialisasi, namun dengan perasaan tertekan atau kehilangan minat yang konstan.

Kenapa Sering Dianggap ‘Biasa Aja’?

Inilah letak bahayanya. Karena individu dengan depresi fungsional masih mampu beraktivitas, orang-orang di sekitarnya (bahkan mungkin diri mereka sendiri) seringkali menganggap apa yang mereka rasakan hanyalah bagian dari karakter, stres biasa, atau sekadar “lagi nggak mood”. Mereka mungkin mendengar kalimat-kalimat seperti, “Kamu kan orangnya memang gitu,” atau “Semua orang juga pernah merasa down.” Padahal, meremehkan perasaan ini bisa menunda pencarian bantuan yang sebenarnya mereka butuhkan.

Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 280 juta orang di seluruh dunia mengalami depresi. Namun, angka ini bisa jadi lebih tinggi jika kita memasukkan mereka yang mengalami depresi fungsional dan belum terdiagnosis. Di Indonesia sendiri, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk usia di atas 15 tahun mencapai sekitar 6,1%. Angka ini menunjukkan bahwa isu kesehatan mental, termasuk depresi, adalah masalah yang nyata dan perlu kita perhatikan bersama.

Mengintip Lebih Dalam: Tanda-Tanda yang Mungkin Kamu Lewatkan

Meskipun tampak “normal”, ada beberapa tanda subtil yang bisa menjadi petunjuk adanya depresi fungsional. Penting untuk diingat bahwa setiap orang bisa mengalami gejala yang berbeda, dan intensitasnya pun bervariasi. Berikut beberapa tanda yang perlu kamu waspadai:

Perasaan Sedih atau Kosong yang Berkepanjangan

Ini bukan sekadar sedih karena putus cinta atau gagal dalam ujian. Perasaan sedih atau kosong pada depresi fungsional bersifat persisten, berlangsung hampir setiap hari selama periode waktu yang lama. Mungkin sulit untuk dijelaskan, tapi rasanya seperti ada awan kelabu yang terus mengikuti.

Kehilangan Minat pada Hal yang Dulu Disukai

Dulu hobi banget main futsal, nonton film, atau ngumpul bareng teman? Tapi sekarang semua terasa hambar dan nggak menarik lagi? Kehilangan minat atau kesenangan pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati bisa menjadi sinyal penting.

Perubahan Nafsu Makan dan Pola Tidur

Perhatikan apakah ada perubahan signifikan pada nafsu makanmu. Apakah kamu jadi makan lebih banyak dari biasanya sebagai pelarian emosi, atau justru kehilangan nafsu makan sama sekali? Begitu juga dengan pola tidur. Sulit tidur (insomnia), tidur terlalu banyak (hipersomnia), atau terbangun terlalu dini bisa menjadi indikator adanya masalah.

Kelelahan dan Kekurangan Energi Kronis

Meskipun kamu sudah cukup tidur, badan tetap terasa lemas dan nggak bertenaga? Merasa berat untuk melakukan aktivitas sehari-hari, bahkan hal-hal kecil sekalipun? Kelelahan kronis yang tidak membaik dengan istirahat bisa menjadi tanda depresi fungsional.

Sulit Berkonsentrasi dan Membuat Keputusan

Otak terasa “lemot”, sulit fokus saat bekerja atau belajar, dan bingung saat harus mengambil keputusan sederhana? Kesulitan dalam berkonsentrasi dan berpikir jernih bisa sangat mengganggu produktivitas dan kualitas hidup.

Merasa Tidak Berharga atau Bersalah Berlebihan

Seringkali muncul pikiran-pikiran negatif tentang diri sendiri, merasa tidak berguna, atau menyalahkan diri sendiri atas hal-hal yang sebenarnya di luar kendali? Perasaan tidak berharga dan bersalah yang berlebihan adalah ciri khas depresi.

Mudah Tersinggung atau Marah

Meskipun biasanya kamu adalah orang yang sabar, belakangan ini jadi lebih mudah marah, frustrasi, atau gampang tersinggung? Perubahan suasana hati yang signifikan juga perlu diperhatikan.

Menarik Diri dari Lingkungan Sosial

Meskipun masih bisa berinteraksi, kamu mungkin merasa lebih nyaman menyendiri dan menghindari interaksi sosial. Kehilangan keinginan untuk bertemu teman atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial bisa menjadi tanda adanya masalah.

Jangan Ragu Mencari Bantuan: Ini Bukan Aib!

Jika kamu merasakan beberapa tanda di atas dalam waktu yang cukup lama, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, dan mencari bantuan bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk keberanian untuk peduli pada diri sendiri.

Berbicara dengan psikolog atau psikiater bisa membantu kamu memahami apa yang sedang terjadi dan mendapatkan penanganan yang tepat. Terapi seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) atau terapi interpersonal dapat membantu mengubah pola pikir negatif dan mengembangkan mekanisme koping yang lebih sehat. Selain itu, dalam beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan obat-obatan antidepresan untuk membantu menyeimbangkan kimia otak.

Menciptakan Ruang Aman untuk Berbagi

Penting juga bagi kita sebagai masyarakat untuk menciptakan ruang yang aman dan suportif bagi siapa saja yang mungkin sedang berjuang dengan kesehatan mentalnya. Hindari stigma dan judgement, dengarkan dengan empati, dan dorong mereka untuk mencari bantuan jika dibutuhkan. Ingatlah, kita tidak pernah tahu beban seperti apa yang sedang dipikul seseorang.

Kesehatan Mental dan Kesadaran Diri

Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental kini semakin meningkat, terutama di kalangan generasi muda. Banyak platform media sosial dan komunitas online yang menjadi wadah untuk berbagi pengalaman dan mencari dukungan. Tren ini menunjukkan adanya perubahan positif dalam cara kita memandang isu kesehatan mental. Namun, kita perlu terus mengedukasi diri sendiri dan orang lain tentang berbagai bentuk gangguan mental, termasuk depresi fungsional yang seringkali terabaikan.

Mengenali alarm emosional yang terlewatkan adalah langkah awal yang penting. Jangan biarkan perasaan tidak enak yang berkepanjangan dianggap sebagai sesuatu yang “biasa aja”. Dengan lebih peka terhadap diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita, kita bisa membantu lebih banyak orang mendapatkan dukungan dan penanganan yang mereka butuhkan untuk menjalani hidup yang lebih sehat dan bahagia. Ingat, kamu tidak sendirian, dan bantuan selalu tersedia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *