Jangan Pernah Bilang 'Saya Tidak Tahu' Lagi! Ini Alasannya (www.freepik.com)
harmonikita.com – Siapa di antara kita yang nggak pernah terjebak dalam situasi di mana kita ditanya sesuatu, dan respon otomatis yang keluar dari mulut adalah “Saya tidak tahu”? Rasanya seperti tombol darurat yang kita tekan saat otak nggak bisa loading cepat atau saat kita nggak yakin dengan jawabannya. Mudah, singkat, dan seringkali mengakhiri percakapan. Tapi, pernahkah terpikir, di balik kemudahan frase tiga kata itu, ada potensi besar yang terhenti? Ada kesempatan yang terlewat? Ya, benar sekali. Mengatakan “Saya tidak tahu” terlalu cepat dan tanpa diikuti langkah selanjutnya bisa jadi salah satu rem paling kuat dalam perjalanan pribadi dan profesional kita.
Dalam dunia yang bergerak super cepat ini, di mana informasi bertebaran di mana-mana dan kemampuan beradaptasi adalah kunci, sekadar menjawab “Saya tidak tahu” bisa mengirimkan sinyal yang kurang ideal. Sinyal apa? Mungkin sinyal ketidaksiapan, kurangnya rasa ingin tahu, atau bahkan terkesan pasif. Eits, tapi tunggu dulu. Artikel ini bukan tentang memaksa kita tahu segalanya (karena jelas itu nggak mungkin!). Ini tentang mengubah respon, mengubah mindset, dan membuka pintu-pintu baru hanya dengan sedikit penyesuaian pada cara kita merespons ketidaktahuan. Yuk, kita bedah kenapa frase ini perlu “direvisi” penggunaannya dan jurus-jurus ampuh apa yang bisa kita gunakan sebagai gantinya.
Mengapa “Saya Tidak Tahu” Saja Tidak Cukup?
Frase “Saya tidak tahu” itu ibarat titik koma dalam sebuah kalimat potensi. Ia menghentikan aliran, menutup kemungkinan eksplorasi lebih lanjut. Tentu, ada saatnya memang kita benar-benar tidak memiliki informasi. Itu wajar. Tidak ada manusia yang maha tahu. Masalahnya bukan pada ketidaktahuan itu sendiri, melainkan pada cara kita menyampaikannya dan apa yang kita lakukan setelahnya.
Bayangkan skenario ini: kamu sedang berkumpul dengan teman-teman atau rekan kerja, lalu muncul sebuah pertanyaan atau topik yang asing bagimu. Respon pertama adalah “Saya tidak tahu.” Obrolan pun mungkin langsung beralih ke topik lain, atau ada orang lain yang mengisi kekosongan itu. Selesai. Tidak ada lagi yang perlu dicari tahu, tidak ada lagi yang perlu dipelajari olehmu saat itu. Dalam skala kecil, ini mungkin terlihat sepele. Tapi bayangkan jika ini terjadi berulang kali dalam berbagai aspek kehidupan. Sedikit demi sedikit, kamu mungkin melewatkan kesempatan untuk:
- Belajar Hal Baru: Setiap pertanyaan yang muncul adalah undangan untuk belajar. Dengan menutupnya pakai “Saya tidak tahu”, kamu menolak undangan tersebut.
- Membangun Kredibilitas: Orang yang selalu siap mencari jawaban atau setidaknya menunjukkan usaha, cenderung dianggap lebih proaktif dan bisa diandalkan.
- Menciptakan Koneksi: Diskusi atau kolaborasi seringkali lahir dari proses mencari tahu jawaban bersama. “Saya tidak tahu” bisa jadi tembok pembatas.
- Mengembangkan Diri: Zona nyaman terbesar adalah saat kita merasa tidak perlu mencari tahu lebih jauh. Keluar dari zona ini dimulai dari mengakui ketidaktahuan dan berani melangkah untuk mengatasinya.
Jadi, isu utamanya bukan kejujuran bahwa kita tidak tahu, melainkan kesan yang ditimbulkan dan terhentinya proses pencarian serta pembelajaran. Ini tentang sikap terhadap ketidaktahuan itu sendiri. Apakah kita pasif menerima atau aktif mencari solusi?
Di Balik Kata “Saya Tidak Tahu”: Mungkin Ada Rasa Takut atau Ketidakpercayaan Diri?
Kadang, di balik respon cepat “Saya tidak tahu”, tersimpan alasan yang lebih dalam. Mungkin kita takut terlihat bodoh di depan orang lain jika mengakui ketidaktahuan. Mungkin kita khawatir akan diminta mencari tahu jika kita tidak langsung menutup pintu. Atau mungkin, kita memang belum terbiasa dengan ide bahwa mencari tahu itu bagian dari proses, bukan aib.
Masyarakat kita seringkali secara tidak langsung menuntut kita untuk “tahu segalanya” atau setidaknya terlihat seperti itu. Akibatnya, kita merasa tertekan dan memilih jalan pintas “Saya tidak tahu” untuk menghindari penilaian. Padahal, justru orang-orang yang sukses dan terus berkembang adalah mereka yang nyaman dengan ketidaktahuan saat ini tetapi memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk mencari jawabannya. Mereka tahu bahwa ketidaktahuan adalah titik awal dari penemuan dan pembelajaran.
Ketidakpercayaan diri juga bisa jadi faktor. Kita mungkin merasa tidak mampu untuk memahami jawabannya meskipun diberi waktu untuk mencari. Perasaan ini wajar, tapi penting untuk disadari agar kita bisa mengatasinya. Mengganti “Saya tidak tahu” dengan alternatif yang lebih memberdayakan adalah salah satu cara untuk membangun kepercayaan diri secara bertahap. Setiap kali kita berhasil menemukan jawaban setelah sebelumnya tidak tahu, kita membuktikan pada diri sendiri bahwa kita mampu.
Bukan Berarti Harus Pura-Pura Tahu
Penting untuk digarisbawahi: artikel ini bukan tentang menyuruhmu berbohong atau berpura-pura tahu padahal tidak. Itu sama sekali bukan solusi yang baik dan justru bisa merusak kredibilitasmu lebih parah. Intinya adalah mengubah formulasi dan tindakan setelahnya.
Mengakui ketidaktahuan adalah langkah pertama yang jujur dan penting. Masalahnya muncul ketika pengakuan itu menjadi satu-satunya respon dan tidak diikuti dengan inisiatif untuk mencari tahu atau menawarkan solusi lain.
Dalam era digital ini, informasi ada di ujung jari kita. Pertanyaan apapun, seaneh apapun, seringkali bisa ditemukan jawabannya dalam hitungan detik dengan bantuan mesin pencari. Kemampuan untuk mengakses, memfilter, dan memproses informasi inilah yang menjadi keterampilan berharga, jauh lebih berharga daripada sekadar memiliki bank data di kepala kita (yang cepat usang anyway).
Jadi, ini bukan tentang seberapa banyak fakta yang tersimpan di otakmu saat ini, tapi seberapa tanggap dan proaktif kamu dalam merespons situasi yang membutuhkan informasi.
Jurus Ampuh Pengganti “Saya Tidak Tahu”
Nah, ini dia bagian yang paling ditunggu. Bagaimana sih caranya merespons ketidaktahuan dengan lebih elegan, produktif, dan memberdayakan? Ini beberapa alternatif jurus yang bisa langsung kamu praktikkan:
1. Tanggapan yang Menunjukkan Minat dan Niat Mencari Tahu:
- “Wah, itu pertanyaan bagus! Aku nggak tahu jawabannya sekarang, tapi aku tertarik banget buat cari tahu. Nanti aku coba Browse ya!”
- “Jujur aku nggak tahu detail pastinya, tapi itu menarik. Boleh aku coba cari informasinya dan kabari kamu lagi?”
- “Hmm, aku belum pernah ketemu kasus ini sebelumnya. Tapi aku bisa bantu cari tahu di [sebutkan sumber yang relevan, misal: catatan, internet, buku, database].”
Respon seperti ini menunjukkan bahwa kamu tertarik pada topik atau masalahnya dan bersedia menginvestasikan waktu untuk mencari solusinya. Ini jauh lebih positif daripada sekadar menutup percakapan. Ini menunjukkan inisiatif dan rasa ingin tahu.
2. Tanggapan yang Menawarkan Bantuan atau Pengalihan ke Sumber Lain:
- “Aku nggak yakin tentang itu, tapi seingatku [Nama Orang/Departemen] yang paling tahu soal ini. Coba tanya ke dia deh.”
- “Aku nggak pegang datanya sekarang, tapi aku tahu di mana bisa menemukannya. Biar aku carikan untukmu ya.”
- “Aku nggak tahu jawabannya, tapi kita bisa cari tahu bareng-bareng sekarang. Ada akses internet di dekat sini?”
Jurus ini menunjukkan bahwa meskipun kamu bukan sumber informasinya, kamu punya ide tentang siapa atau di mana sumber itu berada, atau setidaknya kamu mau membantu proses pencariannya. Ini membangun kolaborasi dan menunjukkan bahwa kamu adalah bagian dari solusi, bukan hanya penyampai masalah (dalam hal ini, ketidaktahuan).
3. Tanggapan yang Memberi Informasi Parsial atau Konteks dan Mengakui Perlunya Konfirmasi:
- “Setahuku sih [sebutkan informasi parsial yang kamu tahu], tapi aku nggak 100% yakin. Perlu dikonfirmasi lagi datanya.”
- “Secara umum, aturannya begini [jelaskan garis besar], tapi untuk kasus spesifik ini, aku perlu cek lagi panduannya biar nggak salah.”
- “Aku ingat pernah baca sekilas tentang ini, kalau nggak salah isinya begini [sampaikan intinya]. Tapi detail lengkapnya aku lupa dan perlu dicari lagi.”
Ini adalah cara elegan untuk menunjukkan bahwa kamu punya sedikit insight atau basis pengetahuan tentang topik tersebut, meskipun belum lengkap atau perlu diperbarui. Ini menunjukkan bahwa kamu bukan sama sekali kosong melompong dan menghargai akurasi informasi. Kamu mengakui batas pengetahuanmu saat ini sambil menunjukkan bahwa kamu punya bekal untuk mulai mencari.
4. Mengajukan Pertanyaan Balik untuk Memahami Lebih Jauh:
- “Aku belum familiar dengan topik ini. Bisa dijelaskan lebih lanjut konteksnya seperti apa?”
- “Maaf, aku nggak paham pertanyaannya. Bisa diulang atau dijelaskan dengan cara lain?”
- “Ketika kamu bilang [sebutkan kata kunci dari pertanyaan], maksudnya spesifik ke bagian yang mana ya?”
Terkadang, kita bilang “Saya tidak tahu” karena kita memang tidak mengerti pertanyaannya atau konteksnya kurang jelas. Mengajukan pertanyaan balik bukan berarti bodoh, justru menunjukkan bahwa kamu serius ingin memahami dan bisa memberikan jawaban yang relevan jika informasinya cukup. Ini adalah bentuk komunikasi aktif.
Efek domino Positif dari Berani Mengganti “Saya Tidak Tahu”
Mengubah kebiasaan merespons “Saya tidak tahu” dengan jurus-jurus di atas mungkin terasa canggung di awal, tapi efek jangka panjangnya luar biasa. Ini seperti membuka keran peluang yang selama ini tersumbat.
- Peningkatan Pengetahuan: Secara otomatis, kamu akan jadi lebih tahu tentang banyak hal karena proses mencari jawaban itu sendiri adalah proses belajar. Otakmu akan terbiasa aktif dan rasa ingin tahumu akan terasah.
- Pembangunan Reputasi: Kamu akan mulai dikenal sebagai orang yang proaktif, solutif, dan bisa diandalkan. Rekan kerja, teman, atau bahkan atasan akan lebih percaya padamu karena tahu kamu tidak akan berhenti di “tidak tahu”. Ini sangat penting untuk perkembangan karir dan relasi sosial.
- Meningkatnya Kepercayaan Diri: Setiap kali kamu berhasil menemukan jawaban atau membantu orang lain menemukannya, kepercayaan dirimu akan bertambah. Kamu akan menyadari bahwa kamu mampu mengatasi ketidaktahuan.
- Memperluas Jaringan: Proses mencari tahu seringkali melibatkan interaksi dengan orang lain yang lebih ahli atau memiliki informasi. Ini adalah cara alami untuk memperluas jaringan dan belajar dari pengalaman orang lain.
- Menjadi Solutif: Fokusmu akan bergeser dari sekadar mengakui masalah (tidak tahu) menjadi mencari solusi (menemukan tahu). Ini adalah mindset yang sangat berharga di mana pun kamu berada.
- Meningkatkan Peluang: Ketika kamu menunjukkan inisiatif dan kemauan belajar, kamu menjadi kandidat yang lebih menarik untuk berbagai kesempatan, baik dalam pekerjaan, proyek, maupun komunitas.
Coba perhatikan orang-orang di sekitarmu yang tampaknya selalu “tahu” atau setidaknya selalu bisa menemukan jawabannya. Apakah mereka lahir dengan semua pengetahuan itu? Tentu tidak. Mereka mungkin memiliki mindset yang terbiasa untuk mencari tahu, terbiasa untuk tidak puas dengan ketidaktahuan, dan terbiasa untuk menggunakan ketidaktahuan sebagai motivasi untuk belajar.
Menanamkan Growth Mindset di Era Serba Cepat
Di era disrupsi dan perkembangan teknologi yang eksponensial seperti sekarang, konsep growth mindset (pola pikir bertumbuh) menjadi sangat relevan. Ini adalah keyakinan bahwa kemampuan dan kecerdasan bisa dikembangkan melalui dedikasi dan kerja keras, termasuk menghadapi kegagalan dan tantangan. Mengubah cara merespons “Saya tidak tahu” adalah salah satu wujud nyata dari growth mindset ini.
Dunia kerja masa depan tidak lagi terlalu fokus pada seberapa banyak yang sudah kamu tahu saat masuk, tetapi seberapa cepat dan efektif kamu bisa belajar hal-hal baru. Data dan riset terkini tentang pasar kerja global menunjukkan bahwa keterampilan seperti kemampuan belajar (learnability), adaptasi, dan pemecahan masalah adalah yang paling dicari. Dan semua keterampilan itu berakar pada kesediaan untuk mengakui ketidaktahuan dan aktif mencari solusinya.
Bagi anak muda atau siapapun yang sedang dalam fase belajar dan berkembang, inilah saatnya melatih otot “mencari tahu”. Jangan jadikan ketidaktahuan sebagai alasan untuk berhenti, tapi jadikan itu pemicu untuk melangkah lebih jauh. Internet, perpustakaan, mentor, komunitas, atau bahkan teman di sebelahmu bisa jadi sumber pengetahuan yang berharga. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan untuk bertanya, mencari, dan belajar.
Lagipula, proses mencari tahu itu seringkali lebih seru daripada sekadar tahu jawabannya, kan? Ada elemen petualangan, ada kejutan saat menemukan fakta baru, ada kepuasan saat berhasil memecahkan misteri informasi.
Penutup: Ubah Kata, Ubah Dunia (Kecilmu)
Mengubah kebiasaan merespons “Saya tidak tahu” memang butuh kesadaran dan latihan. Mungkin di awal terasa janggal, tapi coba saja mulai dari hal-hal kecil. Saat ada pertanyaan yang tidak kamu tahu jawabannya, ambil jeda sebentar, lalu pilih salah satu jurus ampuh tadi. Tawarkan diri untuk mencari tahu, minta waktu untuk cek, atau ajak orang lain mencari bersama.
Percaya deh, perubahan kecil dalam diksi dan sikap ini bisa membuka pintu-pintu baru yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya. Kamu akan menjadi pribadi yang lebih proaktif, lebih percaya diri, dan lebih berharga di mata orang lain.
Jadi, mulai sekarang, setiap kali kata “Saya tidak tahu” hampir keluar dari mulutmu, pause. Ganti dengan “Bentar, aku coba cari tahu ya,” atau “Aku nggak yakin, tapi aku bisa tanyakan ke…” atau “Itu menarik, mari kita cari tahu jawabannya!” Lihat bagaimana dunia kecil di sekitarmu mulai berubah. Kamu tidak hanya berhenti bilang “Saya tidak tahu,” tapi kamu juga mulai membuka diri pada segala kemungkinan yang datang dari proses mencari tahu. Selamat mencoba!
