Kalau Kamu Merasa Ini, Bisa Jadi Kamu Terlalu Baik! (www.freepik.com)
harmonikita.com – Pernah nggak sih merasa selalu jadi orang yang paling siap membantu, bahkan sampai mengorbankan waktu dan energimu sendiri? Atau mungkin kamu sering kesulitan mengatakan “tidak” meskipun sebenarnya hati kecilmu berteriak sebaliknya? Jika jawabannya “ya”, mungkin kamu sedang berada di zona “terlalu baik”. Kedengarannya memang ironis, tapi kebaikan yang berlebihan ternyata bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri.
Sebagai manusia, tentu kita diajarkan untuk berbuat baik dan menolong sesama. Nilai-nilai ini memang penting dan membentuk masyarakat yang harmonis. Namun, ada garis tipis antara menjadi orang baik dan menjadi orang yang “terlalu baik”. Lalu, bagaimana kita bisa tahu kalau kita sudah melewati batas tersebut? Mari kita telaah beberapa tanda yang mungkin sedang kamu alami.
Sering Mengatakan “Ya” Meski Hati Menolak
Salah satu ciri paling menonjol dari orang yang terlalu baik adalah kesulitan mereka dalam mengatakan “tidak”. Mereka cenderung mengiyakan permintaan orang lain, meskipun itu berarti menambah beban pekerjaan, mengganggu waktu istirahat, atau bahkan bertentangan dengan keinginan mereka sendiri. Rasa tidak enak, takut mengecewakan, atau keinginan untuk selalu menyenangkan orang lain seringkali menjadi alasan di baliknya. Padahal, menolak permintaan yang tidak sesuai dengan kapasitas atau prioritas kita adalah hal yang wajar dan perlu dilakukan demi menjaga kesehatan mental dan fisik.
Merasa Bertanggung Jawab Atas Emosi Orang Lain
Apakah kamu sering merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan atau kesedihan orang di sekitarmu? Ketika ada teman yang sedang sedih, kamu merasa harus melakukan segala cara untuk menghiburnya, bahkan sampai mengabaikan kebutuhanmu sendiri. Atau mungkin kamu merasa bersalah ketika ada orang lain marah atau kecewa, meskipun kamu tidak melakukan kesalahan apa pun. Perasaan ini bisa sangat melelahkan dan membuatmu terus-menerus berusaha untuk “memperbaiki” emosi orang lain, padahal setiap individu memiliki tanggung jawab atas perasaannya masing-masing.
Mengabaikan Kebutuhan Diri Sendiri
Ketika terlalu fokus pada kebutuhan dan keinginan orang lain, tanpa sadar kita seringkali mengabaikan diri sendiri. Mulai dari hal-hal kecil seperti menunda makan karena harus membantu teman, sampai hal yang lebih besar seperti mengorbankan impian demi memenuhi ekspektasi orang lain. Padahal, merawat diri sendiri bukanlah tindakan egois, melainkan sebuah kebutuhan mendasar agar kita bisa berfungsi dengan baik dan memberikan yang terbaik bagi orang lain. Jika kita terus-menerus mengabaikan diri sendiri, lama-kelamaan kita akan merasa lelah, frustrasi, dan bahkan rentan terhadap masalah kesehatan mental.
Sulit Menerima Pujian atau Bantuan
Ironisnya, orang yang terlalu baik seringkali merasa tidak nyaman ketika menerima pujian atau bantuan. Mereka mungkin merasa tidak pantas mendapatkannya atau merasa berutang budi. Padahal, menerima kebaikan dari orang lain adalah hal yang wajar dan merupakan bagian dari hubungan sosial yang sehat. Dengan menolak pujian atau bantuan, kita tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga bisa membuat orang lain merasa tidak dihargai.
Merasa Bersalah Ketika Menetapkan Batasan
Menetapkan batasan adalah hal yang penting untuk menjaga kesehatan mental dan emosional. Namun, bagi orang yang terlalu baik, menetapkan batasan seringkali terasa sulit dan menimbulkan rasa bersalah. Mereka takut dianggap egois, tidak peduli, atau bahkan kehilangan hubungan baik dengan orang lain. Padahal, batasan yang sehat justru akan membuat hubungan menjadi lebih kuat dan saling menghargai. Dengan menetapkan batasan, kita mengajarkan orang lain bagaimana cara memperlakukan kita dengan baik.
Dampak Negatif dari Terlalu Baik
Mungkin kamu berpikir bahwa menjadi orang yang terlalu baik adalah hal yang positif dan tidak ada salahnya. Namun, kebaikan yang berlebihan ternyata bisa membawa dampak negatif yang signifikan bagi kehidupan kita:
- Kelelahan dan Burnout: Terus-menerus berusaha menyenangkan orang lain dan mengabaikan kebutuhan diri sendiri akan menguras energi fisik dan mental kita. Lama-kelamaan, hal ini bisa menyebabkan kelelahan kronis dan bahkan burnout.
- Rasa Tidak Bahagia dan Frustrasi: Ketika kita terus-menerus mengorbankan diri sendiri, kita akan merasa tidak dihargai dan tidak bahagia. Kita mungkin mulai bertanya-tanya, “Kapan giliran saya?”
- Dimanfaatkan Orang Lain: Orang yang terlalu baik seringkali menjadi sasaran empuk bagi orang-orang yang suka memanfaatkan kebaikan orang lain. Mereka mungkin akan terus-menerus meminta bantuan tanpa memberikan timbal balik yang setimpal.
- Kehilangan Jati Diri: Terlalu fokus pada kebutuhan orang lain bisa membuat kita kehilangan kontak dengan diri sendiri. Kita mungkin tidak lagi tahu apa yang sebenarnya kita inginkan dan butuhkan.
- Hubungan yang Tidak Sehat: Meskipun niatnya baik, kebaikan yang berlebihan justru bisa merusak hubungan. Orang lain mungkin merasa tidak nyaman dengan kebaikan yang berlebihan atau merasa tidak memiliki kesempatan untuk memberikan sesuatu kembali.
Lalu, Bagaimana Cara Menemukan Keseimbangan?
Menjadi orang baik itu penting, tetapi penting juga untuk memiliki batasan yang sehat dan menghargai diri sendiri. Berikut beberapa tips yang bisa kamu coba untuk menemukan keseimbangan antara berbuat baik dan menjaga diri sendiri:
- Kenali Diri Sendiri: Pahami apa yang menjadi prioritas, nilai, dan batasanmu. Dengan mengenali diri sendiri, kamu akan lebih mudah menentukan kapan harus membantu dan kapan harus menolak.
- Belajar Mengatakan “Tidak”: Latihan mengatakan “tidak” dengan sopan dan tegas. Kamu tidak perlu merasa bersalah atau memberikan alasan yang berlebihan. Cukup katakan “Maaf, saya tidak bisa membantu saat ini” atau “Terima kasih atas tawarannya, tapi saya harus menolak.”
- Prioritaskan Diri Sendiri: Ingatlah bahwa kebutuhanmu sama pentingnya dengan kebutuhan orang lain. Jangan ragu untuk meluangkan waktu untuk diri sendiri, melakukan hal-hal yang kamu sukai, dan merawat kesehatan fisik dan mentalmu.
- Jangan Takut Mengecewakan: Tidak semua orang akan senang dengan keputusanmu, dan itu tidak apa-apa. Kamu tidak bertanggung jawab atas kebahagiaan semua orang. Fokuslah pada apa yang benar dan terbaik untuk dirimu.
- Terima Pujian dan Bantuan: Belajarlah untuk menerima kebaikan dari orang lain tanpa merasa tidak nyaman atau berutang budi. Anggaplah itu sebagai bentuk apresiasi dan dukungan.
- Fokus pada Kualitas, Bukan Kuantitas: Lebih baik memberikan bantuan yang tulus dan berkualitas daripada memaksakan diri untuk membantu semua orang tanpa memberikan yang terbaik.
- Cari Dukungan: Jika kamu merasa kesulitan untuk mengubah pola perilaku ini, jangan ragu untuk mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional.
Menjadi orang baik adalah sebuah pilihan yang mulia, tetapi jangan sampai kebaikanmu justru merugikan dirimu sendiri. Ingatlah bahwa kamu berhak untuk bahagia, sehat, dan dihargai. Belajarlah untuk menemukan keseimbangan antara berbuat baik kepada orang lain dan menjaga diri sendiri. Dengan begitu, kamu tidak hanya akan menjadi orang yang baik, tetapi juga orang yang kuat dan bahagia. Jadi, jika kamu merasa tanda-tanda di atas ada pada dirimu, mungkin ini saatnya untuk sedikit lebih “egois” dan memprioritaskan dirimu sendiri. Percayalah, dunia tidak akan runtuh jika kamu sesekali mengatakan “tidak”. Justru, dengan menjaga diri sendiri, kamu akan memiliki lebih banyak energi dan sumber daya untuk berbuat baik kepada orang lain dengan tulus dan efektif.
