Gen Z Dicap Malas? Ternyata Ini Alasan Mereka Ogah Lembur

Gen Z Dicap Malas? Ternyata Ini Alasan Mereka Ogah Lembur

harmonikita.com – Belakangan ini, obrolan tentang etos kerja Gen Z (mereka yang lahir sekitar pertengahan 90-an hingga awal 2010-an) seringkali diwarnai nada sumbang sehingga sering dicap malas. Salah satu stereotip yang paling sering menempel adalah bahwa Gen Z ogah lembur dan dianggap kurang punya grit atau daya juang dibanding generasi sebelumnya. Label “malas” pun tak jarang disematkan. Tapi, benarkah sesederhana itu? Atau jangan-jangan, ada alasan lebih dalam yang sering luput dari pandangan kita? Mari kita kupas bareng-bareng.

Persepsi ini mungkin muncul dari perbedaan nyata dalam cara Gen Z memandang pekerjaan dan kehidupan secara keseluruhan. Mereka tumbuh di era digital yang serba cepat, informasi melimpah, dan kesadaran akan isu sosial serta kesehatan mental yang jauh lebih tinggi. Pengalaman hidup ini membentuk nilai-nilai dan prioritas yang berbeda dibandingkan, misalnya, generasi baby boomer atau bahkan milenial awal yang mungkin lebih terbiasa dengan budaya kerja ‘kantoran’ yang kaku dan jam kerja panjang.

Baca Juga :  Bos Banyak Diam? Ini Tanda Bahaya yang Tak Boleh Diabaikan!

Stereotip vs. Realita: Mengapa Gen Z Terlihat Berbeda?

Label “ogah lembur” atau “malas” ini seringkali datang dari perbandingan dengan standar kerja yang sudah ada dan dianggap ‘normal’ oleh generasi sebelumnya. Dulu, lembur seringkali dianggap sebagai tanda loyalitas, dedikasi, atau ambisi. Semakin sering lembur, semakin terlihat ‘niat’ seseorang dalam bekerja.

Namun, cara pandang ini ternyata tidak sepenuhnya relevan atau bahkan sehat bagi Gen Z sehingga dicap malas. Bagi mereka, bekerja bukan lagi satu-satunya pusat kehidupan. Mereka melihat pekerjaan sebagai bagian dari perjalanan hidup, bukan keseluruhan identitas mereka. Tentu saja, ini bukan berarti mereka tidak punya ambisi. Justru ambisi mereka mungkin terwujud dalam bentuk yang berbeda.

Perbedaan ini bisa jadi sumber gesekan atau kesalahpahaman di tempat kerja. Manajer atau rekan kerja dari generasi lebih tua mungkin melihat Gen Z menolak lembur sebagai kurangnya komitmen. Padahal, dari sudut pandang Gen Z, mereka sedang berkomitmen pada hal lain yang tak kalah penting: diri mereka sendiri, kesehatan mental mereka, dan kehidupan di luar pekerjaan.

Baca Juga :  Burnout Sebelum Umur 35? Ini Alasan Kenapa Kamu Harus Waspada

Bukan Malas, Tapi Prioritas Bergeser: Apa yang Sesungguhnya Dicari Gen Z?

Jadi, kalau bukan malas, apa dong alasannya Gen Z terlihat enggan menghabiskan waktu tambahan di kantor atau di depan laptop melebihi jam kerja standar? Jawabannya terletak pada pergeseran fundamental dalam prioritas hidup dan kerja mereka.

Memprioritaskan Keseimbangan Kerja dan Kehidupan (Work-Life Balance) yang Sejati

Ini mungkin alasan paling utama. Bagi Gen Z, konsep work-life balance bukanlah sekadar slogan kosong, melainkan kebutuhan mendasar. Mereka menyaksikan generasi sebelumnya yang mungkin ‘hidup untuk bekerja’ dan melihat dampaknya: kelelahan, stres, hubungan yang renggang, hingga masalah kesehatan. Mereka tidak ingin mengulangi siklus itu.

  • Waktu untuk Diri Sendiri: Gen Z sadar pentingnya waktu untuk istirahat, hobi, me time, dan aktivitas yang mengisi ulang energi. Lembur yang berlebihan menggerus waktu berharga ini.
  • Hubungan Sosial: Menghabiskan waktu dengan keluarga, teman, dan pasangan adalah hal yang vital. Pandemi COVID-19 juga memperkuat kesadaran ini, di mana banyak orang terhubung secara virtual dan menyadari pentingnya interaksi tatap muka (saat memungkinkan) atau sekadar waktu berkualitas dengan orang terkasih. Lembur bisa menghalangi ini.
  • Jejak Digital dan Perbandingan: Tumbuh dengan media sosial membuat Gen Z terpapar pada gambaran kehidupan orang lain yang beragam. Mereka melihat pentingnya pengalaman, traveling, pengembangan diri di luar pekerjaan, yang semuanya membutuhkan waktu luang. Lembur membatasi kemampuan mereka untuk ‘mengejar’ pengalaman-pengalaman ini.
Baca Juga :  Cinta Atau Ketergantungan? Ini Fakta Brutalnya!

Kesadaran Tinggi akan Kesehatan Mental dan Pencegahan Burnout

Ini adalah poin krusial lain yang membedakan Gen Z. Dibanding generasi sebelumnya, mereka jauh lebih terbuka dan sadar akan pentingnya kesehatan mental. Mereka tidak malu membicarakan stres, kecemasan, atau depresi. Mereka juga tahu bahwa jam kerja yang terlalu panjang dan tekanan konstan adalah resep sempurna menuju burnout.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *