5 Aturan Kantor yang Katanya Wajib, Tapi Tidak Masuk Akal!
harmonikita.com – Kerja kantoran seringkali identik dengan serangkaian aturan yang katanya sih, demi kedisiplinan dan profesionalisme. Tapi, jujur deh, kadang ada beberapa aturan yang bikin kita garuk-garuk kepala sambil bertanya-tanya, “Ini beneran perlu ya?” Di tengah dunia kerja yang makin dinamis dan fleksibel, beberapa aturan kantor terasa seperti peninggalan zaman purba yang entah kenapa masih dipertahankan. Nah, kali ini kita bakal ngebahas 5 aturan kantor yang katanya wajib, tapi sebenernya… hmm, mari kita telaah lebih lanjut!
1. Jam Kerja Harus 9-to-5, Titik!
Aturan jam kerja 9 pagi sampai 5 sore kayaknya udah jadi pakem yang mendarah daging di banyak perusahaan. Padahal, di era serba fleksibel ini, efektivitas kerja nggak selalu linier dengan berapa jam kita duduk di depan meja. Beberapa orang mungkin lebih produktif di pagi hari buta, sementara yang lain justru otaknya encer setelah makan siang.
Memaksakan semua orang untuk bekerja di jam yang sama seringkali mengabaikan ritme biologis dan preferensi individu. Akibatnya? Banyak yang cuma “nongkrong” di kantor tanpa benar-benar produktif di jam-jam yang ditentukan. Penelitian dari Stanford University menunjukkan bahwa produktivitas per jam sebenarnya menurun setelah bekerja lebih dari 50 jam seminggu, dan bahkan bisa nol setelah 55 jam. Jadi, buat apa kita maksain diri duduk 8 jam kalau kualitas kerjanya nggak maksimal?
Saat ini, banyak perusahaan yang mulai mengadopsi sistem kerja fleksibel atau flexible working hours. Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur jam kerjanya sendiri, asalkan target dan tanggung jawab tetap terpenuhi. Hasilnya? Karyawan jadi lebih bahagia, lebih termotivasi, dan yang pasti, lebih produktif! Menurut laporan dari FlexJobs, perusahaan yang menawarkan opsi kerja fleksibel memiliki tingkat retensi karyawan yang lebih tinggi dan karyawan yang lebih engaged.
2. Harus Selalu Berpakaian Formal
Setelan jas lengkap, kemeja rapi, rok span, sepatu pantofel mengkilap… Inilah gambaran pakaian “wajib” di banyak kantor. Katanya sih, biar kelihatan profesional dan menjaga citra perusahaan. Tapi, apa iya penampilan formal selalu berbanding lurus dengan kualitas kerja?
Coba bayangin, di tengah cuaca yang lagi panas-panasnya, kita harus berkutat dengan pakaian yang serba ketat dan nggak nyaman. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli berbagai macam pakaian formal. Padahal, otak kita mungkin lebih fokus mikirin ide-ide brilian ketimbang mikirin kerah baju yang lecek atau dasi yang miring. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang lebih santai, termasuk dalam hal berpakaian, dapat meningkatkan kreativitas dan kolaborasi.
Semakin banyak perusahaan, terutama di industri kreatif dan teknologi, yang mulai menerapkan dress code yang lebih santai atau bahkan casual. Mereka percaya bahwa yang terpenting adalah hasil kerja, bukan penampilan. Beberapa perusahaan bahkan memberikan kebebasan penuh kepada karyawannya untuk berpakaian sesuai kenyamanan mereka. Toh, kalau lagi fokus ngoding atau brainstorming ide, siapa juga yang peduli kita pakai kaos oblong atau piyama?
3. Meeting Harus Tatap Muka, Biar Lebih “Feel”
Dulu, meeting tatap muka dianggap sebagai satu-satunya cara yang efektif untuk berdiskusi dan mengambil keputusan. Tapi, dengan kemajuan teknologi dan mobilitas yang tinggi, aturan ini mulai terasa kurang relevan.
Bayangin berapa banyak waktu dan biaya yang terbuang hanya untuk mengadakan meeting tatap muka. Mulai dari perjalanan, mencari ruang meeting yang kosong, sampai menunggu semua orang berkumpul. Padahal, banyak hal sebenarnya bisa didiskusikan dan diselesaikan secara online melalui video conference atau chat. Selain lebih efisien, meeting online juga memungkinkan kita untuk berkolaborasi dengan tim yang tersebar di berbagai lokasi geografis. Menurut data dari Statista, penggunaan aplikasi video conferencing meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan pergeseran preferensi ke arah komunikasi virtual.
Saat ini, banyak perusahaan yang mulai beralih ke meeting virtual atau hybrid. Mereka memanfaatkan berbagai platform komunikasi online untuk berdiskusi dan berkolaborasi. Meeting tatap muka hanya diadakan jika benar-benar diperlukan untuk membahas hal-hal yang sangat penting atau membangun chemistry antar tim. Ini nggak cuma menghemat waktu dan biaya, tapi juga lebih ramah lingkungan karena mengurangi kebutuhan untuk bepergian.