Semakin Tenang, Semakin Cemas? Ini Alasannya!
|

Semakin Tenang, Semakin Cemas? Ini Alasannya!

harmonikita.com – Pernah nggak sih kamu merasa aneh? Setelah seharian penuh tekanan dan akhirnya bisa rebahan dengan tenang, eh malah pikiran jadi nggak karuan dan rasa cemas tiba-tiba muncul? Fenomena ini mungkin terdengar kontradiktif, tapi ternyata banyak dari kita yang mengalaminya. Kamu nggak sendirian kok! Mari kita bahas lebih dalam kenapa ketenangan justru bisa memicu kecemasan, dan yang lebih penting, bagaimana cara menghadapinya.

Kenapa Saatnya Santai Justru Bikin Gelisah?

Mungkin kamu berpikir, “harusnya kan tenang itu enak, bikin rileks.” Memang benar, tapi otak kita ini kompleks dan seringkali bereaksi di luar dugaan. Ada beberapa alasan psikologis dan gaya hidup yang bisa menjelaskan kenapa momen tenang justru memicu rasa cemas:

1. Pergeseran dari Mode “Fight or Flight”

Ketika kita sedang sibuk atau stres, tubuh kita secara otomatis masuk ke mode “fight or flight.” Hormon adrenalin dan kortisol meningkat, membuat kita fokus dan siap menghadapi tantangan. Nah, saat tekanan itu tiba-tiba hilang, tubuh kita butuh waktu untuk kembali ke kondisi normal. Perubahan hormon yang drastis ini bisa memicu perasaan aneh, termasuk saat tenang tapi makin cemas. Ibaratnya, mesin yang tadinya meraung kencang tiba-tiba dimatikan, pasti ada sedikit guncangan kan?

Baca Juga :  7 Luka Psikologis dari Masa Kecil yang Masih Menghantuimu

2. Otak yang Terbiasa dengan Kesibukan

Di era serba cepat ini, kita seringkali terbiasa dengan rutinitas yang padat dan stimulasi konstan. Ketika tiba-tiba ada waktu luang tanpa agenda, otak kita yang sudah terprogram untuk selalu “on” bisa merasa bingung dan mencari-cari “ancaman” atau hal yang perlu dipikirkan. Kekosongan ini justru bisa diisi oleh pikiran-pikiran negatif dan kekhawatiran yang sebelumnya mungkin terpendam saat kita sibuk.

3. Menghadapi Emosi yang Terpendam

Kesibukan dan tekanan seringkali menjadi “tameng” yang membuat kita menunda atau mengabaikan emosi-emosi negatif yang sebenarnya ada. Saat kita akhirnya punya waktu untuk diri sendiri dan pikiran menjadi lebih tenang, emosi-emosi yang terpendam ini bisa muncul ke permukaan. Rasa sedih, marah, kecewa, atau bahkan trauma yang belum sempat diproses bisa menjadi pemicu kecemasan saat kita sedang tidak melakukan apa-apa.

Baca Juga :  Emoji Favorit Anak Bisa Ungkap Masalah Mentalnya!

4. Antisipasi Masalah di Masa Depan

Setelah melewati masa-masa sulit, terkadang otak kita justru menjadi lebih waspada dan mulai mengantisipasi kemungkinan masalah yang akan datang. Pikiran seperti “habis ini pasti ada lagi deh masalah,” atau “jangan-jangan ketenangan ini cuma sementara,” bisa muncul dan menimbulkan kecemasan. Ini adalah mekanisme pertahanan diri yang wajar, tapi jika berlebihan tentu tidak baik.

5. Tekanan untuk “Produktif” Bahkan Saat Santai

Budaya “hustle culture” yang marak di media sosial seringkali membuat kita merasa bersalah jika tidak melakukan sesuatu yang produktif, bahkan saat kita sedang beristirahat. Pikiran seperti “harusnya aku belajar,” “harusnya aku olahraga,” atau “harusnya aku melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat,” bisa muncul dan menghilangkan ketenangan yang seharusnya kita nikmati. Padahal, istirahat dan bersantai itu juga penting untuk menjaga kesehatan mental dan fisik kita.

Baca Juga :  Tegas Bukan Berarti Kasar! Cara Mendidik Anak Berani Tanpa Kekerasan

Data dan Fakta yang Mendukung

Menurut data dari berbagai penelitian, peningkatan kasus gangguan kecemasan memang menjadi perhatian global, terutama di kalangan usia muda. Sebuah studi yang dilakukan oleh American Psychological Association (APA) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa generasi Z (kelahiran pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an) melaporkan tingkat stres dan kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan generasi lainnya.

Selain itu, laporan dari World Health Organization (WHO) juga menyoroti bahwa pandemi COVID-19 memperburuk masalah kesehatan mental secara global, termasuk peningkatan prevalensi kecemasan dan depresi. Pembatasan sosial, ketidakpastian ekonomi, dan rasa takut akan penyakit menjadi faktor pemicu stres yang signifikan.

Menariknya, sebuah artikel di jurnal Frontiers in Psychology membahas tentang “The Paradox of Relaxation-Induced Anxiety,” yang menjelaskan bagaimana transisi dari kondisi stres tinggi ke kondisi relaksasi justru dapat memicu gejala kecemasan pada sebagian orang. Hal ini disebabkan oleh perubahan fisiologis dan psikologis yang terjadi saat tubuh dan pikiran mulai “melambat.”

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *