Luka di Hubunganmu Makin Parah? Ini Sebabnya! (www.freepik.com)
harmonikita.com – Setiap hubungan pasti pernah diterpa ombak permasalahan. Namun, bagaimana cara kita menavigasi badai tersebut akan sangat menentukan apakah biduk cinta akan kembali berlayar dengan harmonis atau justru karam di tengah jalan. Sayangnya, di saat emosi sedang memuncak, tak jarang pasangan justru melakukan kesalahan-kesalahan fatal yang semakin memperburuk keadaan. Alih-alih mencari solusi, tindakan-tindakan ini justru menjadi jurang pemisah yang semakin dalam. Lantas, apa saja sih jurang kesalahan yang sebaiknya dihindari agar hubungan yang terluka bisa kembali pulih dan bahkan menjadi lebih kuat? Yuk, kita bahas satu per satu.
1. Menyalahkan dan Menunjuk Jari: Api dalam Sekam Pertengkaran
Saat konflik terjadi, insting pertama kita mungkin adalah mencari siapa yang salah. Namun, fokus pada menyalahkan dan menunjuk jari hanya akan menciptakan atmosfer permusuhan. Alih-alih menyelesaikan masalah, energi justru terkuras untuk saling membela diri dan menyerang balik. Menurut sebuah studi dalam Journal of Social and Personal Relationships, pasangan yang terjebak dalam siklus saling menyalahkan cenderung memiliki tingkat kepuasan hubungan yang lebih rendah dan risiko perpisahan yang lebih tinggi.
Bayangkan begini: kamu dan pasanganmu berbeda pendapat tentang pengelolaan keuangan. Alih-alih mengatakan, “Kamu selalu boros dan tidak pernah memikirkan masa depan!”, cobalah untuk mengungkapkan perasaanmu dengan lebih lembut, seperti, “Aku merasa khawatir dengan pengeluaran kita belakangan ini. Bisakah kita mencari solusinya bersama?” Perubahan kecil dalam pemilihan kata dapat mengubah jalannya percakapan secara signifikan. Ingatlah, dalam sebuah hubungan, kita adalah tim, bukan rival. Mencari solusi bersama akan jauh lebih efektif daripada mencari kambing hitam.
2. Mengungkit Masa Lalu: Luka Lama yang Terus Menganga
Salah satu kebiasaan buruk yang sering muncul saat bertengkar adalah mengungkit-ungkit kesalahan atau masalah di masa lalu. Meskipun luka lama itu belum sepenuhnya sembuh, membukanya kembali di tengah konflik yang baru hanya akan memperkeruh suasana. Ibaratnya, kamu sedang berusaha memadamkan api, tapi malah menyiramnya dengan bensin. Masa lalu biarlah menjadi pelajaran, bukan senjata untuk menyakiti pasangan saat ini.
Fokuslah pada isu yang sedang dihadapi saat ini. Jika memang ada masalah di masa lalu yang masih mengganjal, sebaiknya dibicarakan secara terpisah dalam suasana yang lebih tenang dan konstruktif. Mengungkit masa lalu saat emosi sedang tinggi hanya akan membuat pasangan merasa diserang dan tidak dihargai. Ini bisa menghambat proses penyembuhan luka yang sedang terjadi dan bahkan menciptakan luka baru.
3. Diam dan Menarik Diri: Bom Waktu Emosi yang Tertunda
Meskipun terkadang kita membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, diam dan menarik diri secara berlebihan saat konflik terjadi bisa menjadi bumerang. Sikap ini seringkali diartikan sebagai penolakan, pengabaian, atau ketidakpedulian oleh pasangan. Padahal, komunikasi yang terbuka dan jujur adalah kunci untuk menyelesaikan masalah dalam hubungan.
Menurut psikolog John Gottman, stonewalling atau menarik diri secara emosional merupakan salah satu dari “empat penunggang kiamat” dalam hubungan yang dapat memprediksi perceraian. Alih-alih diam membisu, cobalah untuk mengkomunikasikan kebutuhanmu untuk beristirahat sejenak. Katakan, “Aku merasa overwhelmed saat ini. Bisakah kita beristirahat sebentar dan melanjutkan pembicaraan ini nanti setelah aku lebih tenang?” Dengan begitu, pasangan akan merasa dihargai dan tahu bahwa kamu tidak menghindarinya, melainkan hanya membutuhkan waktu untuk memproses emosi.
4. Melibatkan Orang Ketiga: Memperkeruh Air yang Sudah Keruh
Saat hubungan sedang bermasalah, godaan untuk menceritakan semuanya kepada teman, keluarga, atau bahkan media sosial mungkin sangat besar. Namun, melibatkan terlalu banyak pihak luar justru dapat memperumit situasi. Setiap orang memiliki perspektif dan biasnya masing-masing, yang belum tentu membantu menyelesaikan masalah inti antara kamu dan pasangan.
Meskipun dukungan dari orang terdekat itu penting, usahakan untuk menyelesaikan masalah berdua terlebih dahulu. Jika memang membutuhkan bantuan profesional, pertimbangkan untuk mencari terapis atau konselor pernikahan. Mereka memiliki keahlian untuk memfasilitasi komunikasi yang sehat dan membantu kalian menemukan solusi yang terbaik untuk hubungan kalian. Ingatlah, masalah dalam hubungan adalah urusan internal yang sebaiknya diselesaikan di antara dua orang yang terlibat.
5. Mengancam Perpisahan: Kartu As yang Berisiko Tinggi
Dalam puncak emosi, mungkin terlintas di benak untuk mengancam perpisahan. Namun, menggunakan ancaman ini sebagai taktik untuk mendapatkan apa yang diinginkan adalah tindakan yang sangat berisiko. Jika diucapkan terlalu sering, ancaman ini bisa kehilangan maknanya dan justru membuat pasangan merasa tidak aman dan tidak dihargai dalam hubungan. Bahkan, bisa jadi ancaman tersebut justru menjadi kenyataan yang tidak diinginkan.
Fokuslah pada mencari solusi dan mengungkapkan kebutuhanmu secara konstruktif. Jika kamu benar-benar mempertimbangkan perpisahan, lakukanlah dengan serius dan setelah mempertimbangkan segala sesuatunya dengan matang, bukan sebagai bentuk manipulasi emosional. Mengancam perpisahan hanya akan menanamkan ketidakpercayaan dan ketakutan dalam hubungan.
6. Lupa pada Kebaikan yang Pernah Ada: Mengubur Kenangan Indah
Saat sedang fokus pada masalah, terkadang kita lupa pada semua kebaikan dan momen indah yang pernah kita lalui bersama pasangan. Padahal, mengenang kembali masa-masa bahagia itu bisa menjadi jangkar yang membantu kita tetap terhubung dan termotivasi untuk memperbaiki hubungan. Melupakan kebaikan yang pernah ada sama saja dengan mengabaikan fondasi yang telah dibangun bersama.
Cobalah untuk mengingat kembali alasan mengapa kamu jatuh cinta pada pasanganmu. Ingatlah saat-saat indah, dukungan yang pernah diberikan, dan tawa yang pernah mengisi hari-hari kalian. Rasa syukur atas kebaikan yang pernah ada dapat membantu meredakan emosi negatif dan membuka ruang untuk empati dan pengertian. Menurut penelitian dari University of California, Berkeley, pasangan yang secara rutin mengungkapkan rasa terima kasih cenderung memiliki hubungan yang lebih bahagia dan langgeng.
Merajut Kembali Benang yang Kusut: Langkah Awal Menuju Pemulihan
Memperbaiki hubungan yang terluka memang membutuhkan waktu, kesabaran, dan komitmen dari kedua belah pihak. Menghindari enam kesalahan fatal di atas adalah langkah awal yang penting untuk menciptakan ruang yang aman dan kondusif bagi proses penyembuhan. Ingatlah bahwa setiap masalah adalah kesempatan untuk tumbuh bersama dan memperkuat ikatan cinta. Dengan komunikasi yang jujur, empati, dan fokus pada solusi, bukan pada kesalahan, bukan tidak mungkin badai akan berlalu dan pelangi akan kembali menghiasi langit hubunganmu.
