Saat Anak Dewasa Terlalu Mandiri, Orang Tua Jadi Tersisih?
harmonikita.com – Pernahkah kamu mendengar atau merasakan sendiri, ketika anak dewasa mandiri mulai menata kehidupannya sendiri, ada perasaan campur aduk yang hadir? Di satu sisi bangga melihat mereka bisa berdiri di atas kaki sendiri, tapi di sisi lain, kadang muncul bisik-bisik di hati orang tua: “Kok rasanya jadi nggak dibutuhkan lagi, ya?” Pertanyaan “Apakah kemandirian anak dewasa bikin orang tua tersisih?” ini mungkin terdengar klasik, tapi nyatanya masih relevan dan sering jadi kegalauan tersendiri dalam dinamika keluarga modern.
Transisi dari merawat anak yang bergantung sepenuhnya pada kita, menjadi melihat mereka terbang bebas mengarungi dunia sendiri, memang bukan hal yang mudah. Perubahan ini datang dengan segala tantangannya, termasuk bagaimana orang tua dan anak dewasa bisa menemukan ‘ritme’ hubungan yang baru.
Mengapa Kemandirian Anak Terkadang Terasa Seperti Jarak?
Saat anak-anak masih kecil, peran orang tua itu sangat jelas: memberi makan, memandikan, mengantar sekolah, memastikan PR dikerjakan, mendengarkan cerita sebelum tidur. Rutinitas itu padat, penuh interaksi, dan membuat orang tua merasa punya tujuan yang sangat konkret dalam hidup sehari-hari. Kita adalah pusat dunianya (atau setidaknya, salah satu yang paling penting).
Nah, ketika anak beranjak dewasa, punya pekerjaan, pacar, teman-teman, hobi, dan mungkin tinggal terpisah, pusat dunianya mulai melebar. Mereka membuat keputusan sendiri, menyelesaikan masalah sendiri, bahkan mungkin punya pandangan hidup yang berbeda dari kita. Ini adalah tanda keberhasilan pengasuhan, lho! Berarti kita sudah membekali mereka dengan kemampuan untuk mandiri. Tapi, hilangnya rutinitas ‘dibutuhkan’ tadi, plus berkurangnya frekuensi interaksi harian, memang bisa menyisakan lubang kosong. Rasanya seperti peran kita tiba-tiba berkurang drastis, dari sutradara utama menjadi mungkin hanya penonton di barisan belakang.
Perasaan ini makin diperparah jika ekspektasi orang tua masih sama seperti saat anak masih remaja atau bahkan lebih muda. Mungkin kita masih ingin dilibatkan dalam setiap keputusan kecil, masih berharap mereka curhat setiap hari, atau masih ingin mengontrol beberapa hal. Ketika anak dewasa menetapkan batasan atau membuat pilihan yang tidak sesuai harapan, ini bisa diinterpretasikan sebagai penolakan atau indikasi bahwa mereka tidak lagi membutuhkan kita. Padahal, dari sisi anak, ini adalah bagian alami dari proses pencarian jati diri dan pembangunan kehidupan mereka sendiri.
Sudut Pandang Anak Dewasa: Mandiri Bukan Berarti Menjauh
Dari kacamata anak dewasa, proses kemandirian itu bukan tentang ‘menyingkirkan’ orang tua. Ini lebih tentang ‘menemukan’ diri sendiri dan membangun fondasi untuk masa depan. Mereka sedang sibuk menavigasi dunia kerja yang kompetitif, membangun hubungan romantis yang serius, belajar mengelola keuangan, atau sekadar mencoba hidup sendiri untuk pertama kalinya. Semua ini butuh energi, fokus, dan terkadang, ruang untuk membuat kesalahan dan belajar darinya tanpa ‘pengawasan’ konstan.
Menciptakan batasan pribadi (boundaries) juga jadi hal penting bagi anak dewasa. Batasan ini bukan tembok yang dibangun untuk menghalangi orang tua, melainkan garis yang dibuat untuk mendefinisikan ruang pribadi, waktu, dan identitas mereka sebagai individu yang terpisah. Mungkin mereka tidak lagi bisa menerima telepon setiap saat, tidak bisa selalu datang ke acara keluarga, atau punya cara sendiri dalam mengatur rumah tangga mereka. Ini bukan karena mereka tidak sayang, tapi karena mereka sedang berusaha menyeimbangkan tanggung jawab baru mereka dengan kebutuhan pribadi.
Bagi anak dewasa, mengetahui bahwa orang tua ada di sana sebagai support system (bukan controller) itu sangat berharga. Mereka mungkin tidak meminta bantuan se-intens dulu, tapi kehadiran dan restu orang tua tetap jadi jangkar emosional yang penting. Justru dengan kemandiriannya, anak dewasa belajar menghargai nilai dukungan orang tua dari sudut pandang yang berbeda. Mereka melihat orang tua bukan lagi sebagai ‘penyedia’ kebutuhan dasar, melainkan sebagai teman berbagi, penasihat bijak (jika diminta), dan sumber cinta tanpa syarat.