Kamu Rindu Dia, Tapi Selalu Tersiksa? Ini Alasannya!
harmonikita.com – Merindukan seseorang yang pernah mengisi hari-harimu itu wajar, lumrah, bahkan seringkali terasa manis dan penuh kenangan. Tapi, bagaimana jika kamu rindu dia, tapi selalu tersiksa setiap kali bayangan atau namanya melintas? Rindu yang seharusnya bisa jadi nostalgia hangat, justru berubah menjadi nyeri yang menusuk, sesak di dada, dan rasa pahit yang sulit hilang. Jika ini yang sedang kamu alami, kamu tidak sendirian. Ada banyak alasan kompleks di balik rasa sakit saat merindukan seseorang, terutama jika hubungan itu sudah berakhir atau meninggalkan luka. Mari kita bedah satu per satu, kenapa rindu ini terasa begitu berat dan menyiksa.
Kenapa Rindu Ini Berbeda? Mengapa Terasa Begitu Menyakitkan?
Rindu pada dasarnya adalah reaksi emosional ketika kita tidak bersama seseorang atau sesuatu yang kita sayangi atau terikat. Ini adalah bagian dari cara kerja otak dan hati kita mengenang koneksi yang berharga. Namun, ketika rindu itu berubah menjadi siksaan, itu pertanda ada lapisan emosi lain yang jauh lebih dalam dan rumit sedang bermain.
Bukan sekadar kangen momen kebersamaan, tapi lebih seperti terperangkap dalam pusaran pikiran negatif, penyesalan, kekecewaan, atau bahkan trauma. Rindu yang menyakitkan ini seringkali bukan hanya tentang absennya orang tersebut secara fisik, tetapi tentang apa yang absen bersamanya: rasa aman, pengakuan, identitas, atau harapan masa depan yang pernah dibangun.
Ini bukan rindu yang bisa diobati dengan sekadar bertemu atau bertukar kabar (apalaupun jika itu tidak mungkin terjadi). Ini adalah rindu yang memaksa kita menghadapi diri sendiri, luka-luka lama, dan ketakutan yang mungkin selama ini tersembunyi.
Bukan Hanya Rindu, Tapi Ada Beban Lain yang Ikut Terbawa
Sakit yang kamu rasakan saat merindukannya itu seperti alarm. Alarm yang memberitahu bahwa ada sesuatu yang belum selesai atau belum tuntas di dalam dirimu terkait hubungan tersebut. Rasa sakit ini bukan sekadar efek samping rindu, tapi manifestasi dari “beban” lain yang kamu bawa. Apa saja beban itu?
-
Kenangan yang Terdistorsi: Kamu Mengingat Versi Ideal, Bukan Realitanya Otak kita punya kecenderungan untuk mengidealkan masa lalu, terutama setelah hubungan berakhir dan jarak tercipta. Kamu mungkin hanya mengingat momen-momen indah: tawa bersama, dukungan yang dia berikan, rasa dicintai yang kamu rasakan. Kamu cenderung “menghapus” atau mengecilkan drama, pertengkaran, sifat buruknya, atau alasan kenapa hubungan itu tidak berhasil atau berakhir. Ketika kamu merindukan “dia” versi ideal ini, kamu sebenarnya merindukan ilusi. Perbandingan antara ilusi masa lalu yang sempurna dengan realitas masa kini yang hampa tanpa dia menciptakan jurang kepedihan. Sakitnya karena kamu merindukan sesuatu yang (sepenuhnya) tidak pernah ada atau tidak lagi relevan dengan kondisi sekarang. Kamu merindukan rasa bahagia, aman, atau lengkap yang kamu proyeksikan pada dia dan hubungan itu.
-
Cerita yang Menggantung: Kamu Tidak Mendapatkan Penutupan (Closure) Salah satu penyebab paling umum rindu yang menyakitkan adalah kurangnya penutupan atau closure. Mungkin hubungan berakhir tiba-tiba, tanpa penjelasan yang memadai. Mungkin ada kata-kata yang belum terucap, pertanyaan yang belum terjawab, atau pengakuan yang belum diberikan. Ketika ada “cerita yang menggantung,” pikiranmu akan terus menerus memutar ulang skenario, mencari jawaban, atau membayangkan alternatif. Ketidakpastian ini sangat melelahkan dan menyakitkan. Rindumu bercampur dengan frustrasi, kebingungan, dan rasa tidak adil karena kamu merasa kehilangan kendali atau pemahaman atas apa yang sebenarnya terjadi. Rasa sakit ini adalah cerminan dari kebutuhan mendasar manusia untuk memahami dan memberi makna pada pengalaman hidup, dan ketika makna itu tidak didapat, kita tersiksa.
-
Siapa Aku Tanpa Dia? Identitas dan Harga Diri Terkait dengan Hubungan Dalam hubungan yang intens, seringkali identitas diri kita mulai terkait erat dengan pasangan dan peran kita dalam hubungan itu. “Aku adalah pasangannya X,” atau “Kami adalah pasangan yang suka melakukan Y.” Ketika hubungan itu hilang, ada bagian dari identitasmu yang ikut hilang. Kamu mungkin merasa hampa, tidak yakin siapa dirimu tanpa dia di sisimu, atau bahkan merasa harga dirimu menurun. Rindu yang kamu rasakan bukan hanya pada dia, tetapi pada “dirimu” saat bersama dia, pada rasa berharga atau lengkap yang kamu dapatkan dari hubungan itu. Sakitnya rindu ini adalah krisis identitas mini. Ini memaksa kamu untuk membangun kembali siapa dirimu dari awal, dan proses ini bisa sangat menakutkan dan menyakitkan.
-
Takut Menghadapi Hari Esok Sendiri: Kecemasan Akan Masa Depan Seringkali, ketika sebuah hubungan berakhir, kita tidak hanya kehilangan pasangan, tapi juga kehilangan gambaran masa depan yang pernah kita rencanakan bersama. Rindu yang menyakitkan bisa jadi dipicu oleh ketakutan akan masa depan yang harus dihadapi sendirian. Bagaimana aku akan menghadapi acara keluarga? Dengan siapa aku akan berbagi cerita ringan sehari-hari? Bagaimana jika aku tidak pernah menemukan koneksi seperti itu lagi? Kecemasan ini membuatmu terpaku pada masa lalu yang (terlihat) aman dan pasti, sementara masa depan terasa penuh ketidakpastian dan potensi kesepian. Rindu ini adalah manifestasi dari rasa takut, bukan sekadar kangen.
-
Melihat Kebahagiaan Mereka di Dunia Maya: Jebakan Perbandingan dan Media Sosial Di era digital ini, media sosial bisa menjadi pedang bermata dua. Melihat unggahan “kebahagiaan” mantan (apakah itu nyata atau hanya pencitraan) bisa sangat menyakitkan. Kamu mungkin mulai membandingkan hidupmu yang sekarang terasa hampa dengan hidupnya yang terlihat baik-baik saja (atau bahkan lebih baik). Rindu yang kamu rasakan diperparah oleh rasa iri, kesepian, dan perasaan tertinggal. Kamu merindukan “posisimu” di sisinya, atau setidaknya, merindukan bahwa kamu tidak perlu melihat dia melanjutkan hidup tanpa kamu. Sakitnya rindu ini adalah perpaduan antara kangen, iri, dan rasa tidak cukup. Ini adalah bukti bagaimana paparan konstan terhadap kehidupan orang lain (yang seringkali hanya menampilkan sisi terbaik) bisa merusak proses penyembuhanmu.
-
Cara Kita “Melekat” Pada Orang Lain: Gaya Keterikatan (Attachment Style) yang Terluka Psikologi mengenal konsep gaya keterikatan atau attachment style, yang terbentuk sejak masa kanak-kanak berdasarkan interaksi kita dengan pengasuh utama. Gaya keterikatan ini memengaruhi cara kita membentuk dan menjaga hubungan di masa dewasa. Jika kamu memiliki gaya keterikatan yang cemas atau anxious attachment, kamu cenderung merasa tidak aman dalam hubungan, butuh validasi konstan, dan takut ditinggalkan. Ketika hubungan berakhir, gaya keterikatan cemas ini bisa diperparah, membuatmu sangat sulit melepaskan, terus menerus mencari tanda-tanda perhatian (sekecil apapun), dan merindukan pasangan dengan cara yang obsesif dan menyakitkan. Rindumu bukan hanya karena dia, tapi karena gaya keterikatanmu yang ‘terluka’ memicu rasa panik ditinggalkan.
-
Ikatan yang Ternyata Tidak Sehat: Terjebak dalam Trauma Bonding Dalam beberapa kasus yang lebih ekstrem, rasa sakit saat merindukan seseorang bisa jadi tanda trauma bonding. Ini terjadi dalam hubungan di mana ada siklus kekerasan (emosional, verbal, atau fisik) yang diselingi dengan periode “baik”. Siklus ini menciptakan ikatan emosional yang sangat kuat dan sulit diputus, di mana korban bisa merasa ketergantungan atau bahkan “kasihan” pada pelaku. Merindukan pelaku dalam trauma bonding terasa sangat menyiksa karena kamu merindukan momen “baik” yang langka, sementara secara sadar kamu tahu hubungan itu merusakmu. Ini adalah ikatan yang tidak sehat dan membutuhkan dukungan profesional untuk bisa dilepaskan. Rindu ini adalah bagian dari siklus trauma itu sendiri.
-
Penyesalan yang Menghantui: Andaikan Aku Dulu… Penyesalan tentang apa yang seharusnya kamu lakukan atau katakan, atau apa yang seharusnya tidak kamu lakukan, bisa menjadi bahan bakar kuat untuk rindu yang menyakitkan. Kamu mungkin menyesali pertengkaran terakhir, kata-kata kasar yang terucap, kesempatan yang terlewat, atau keputusan yang kamu buat. Pikiran “andai saja” ini terus menerus menghantuimu, membuatmu merasa bersalah dan terpaku pada masa lalu yang tidak bisa diubah. Rindu yang kamu rasakan bercampur dengan rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam, menciptakan kombinasi yang sangat tidak nyaman dan menyiksa.
Jadi, Bagaimana Melepaskan Belenggu Rindu yang Menyesakkan Ini?
Membaca semua alasan di atas mungkin membuatmu merasa semakin terbebani, tapi justru dengan memahami akar masalahnya, kamu bisa mulai mencari solusi. Melepaskan diri dari rindu yang menyiksa bukanlah proses instan, butuh waktu, kesabaran, dan usaha yang konsisten. Ini bukan tentang “melupakan” dia, tapi tentang “menyembuhkan” dirimu dari luka yang terkait dengan kepergiannya atau hubungan itu.
Berikut beberapa langkah (yang terasa seperti perjalanan, bukan checklist):