Media Sosial: Pembunuh Mental Gen Z yang Tak Terlihat
|

Media Sosial: Pembunuh Mental Gen Z yang Tak Terlihat

harmonikita.com – Generasi Z, atau yang akrab disapa Gen Z, seringkali dianggap sebagai generasi yang tumbuh dengan gadget di tangan dan filter di wajah. Namun, di balik layar ponsel pintar dan unggahan media sosial yang ciamik, tersembunyi berbagai keresahan mendalam yang sayangnya, tak jarang dianggap remeh oleh generasi sebelumnya. Mari kita telaah lebih dalam beberapa keluhan utama mereka yang mungkin terdengar sepele, padahal menyimpan beban psikologis dan sosial yang signifikan.

Tekanan Media Sosial: Antara Eksistensi dan Kesehatan Mental yang Terancam

Salah satu keluhan paling sering dilontarkan oleh Gen Z adalah tekanan media sosial untuk selalu tampil sempurna. Di era digital ini, media sosial bukan hanya menjadi sarana komunikasi, tetapi juga panggung untuk membangun citra diri. Setiap unggahan, mulai dari foto liburan hingga pencapaian kecil, seolah menjadi representasi nilai diri. Akibatnya, muncul kecemasan berlebihan untuk mendapatkan validasi berupa likes dan komentar, yang pada akhirnya dapat mengikis kesehatan mental.

Baca Juga :  12 Penguras Dompet Ini Bikin Kamu Nggak Pernah Kaya

Bayangkan, setiap hari kamu dihadapkan pada kurasi kehidupan orang lain yang tampak begitu ideal. Liburan mewah, pencapaian karier gemilang, hubungan romantis yang harmonis—semuanya tersaji dalam bingkai foto dan video yang menawan. Tanpa disadari, hal ini dapat memicu perbandingan sosial yang tidak sehat, menumbuhkan perasaan insecure, dan bahkan depresi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Royal Society for Public Health di Inggris menunjukkan bahwa media sosial berkorelasi dengan peningkatan angka kecemasan dan depresi pada remaja dan dewasa muda. Fenomena fear of missing out (FOMO) juga menjadi momok tersendiri, membuat Gen Z merasa tertinggal jika tidak terus-menerus mengikuti tren dan aktivitas di dunia maya.

Tekanan ini diperparah dengan budaya cancel culture yang marak di media sosial. Kesalahan kecil atau pendapat yang berbeda dapat dengan cepat menjadi viral dan berujung pada hujatan massal, yang tentu saja dapat meninggalkan trauma psikologis yang mendalam. Bagi Gen Z, media sosial adalah pedang bermata dua: di satu sisi menjadi wadah ekspresi dan koneksi, namun di sisi lain menyimpan potensi besar untuk melukai kesehatan mental.

Baca Juga :  Bagi Milenial, Karier Tanpa Makna Itu Membosankan?

Jurang Keterampilan: Ketika Pendidikan Tak Sejalan dengan Realita Dunia Kerja

Keluhan lain yang seringkali membuat Gen Z frustrasi adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang dipelajari di bangku pendidikan dengan tuntutan dunia kerja. Mereka merasa telah menghabiskan waktu dan biaya untuk menimba ilmu, namun ketika lulus, mereka dihadapkan pada realitas bahwa keterampilan yang mereka miliki kurang relevan atau tidak aplikatif.

Perkembangan teknologi yang pesat mengubah lanskap pekerjaan dengan sangat cepat. Profesi-profesi baru bermunculan, sementara beberapa pekerjaan lama mulai tergantikan oleh otomatisasi. Sistem pendidikan yang cenderung kaku dan lambat beradaptasi seringkali gagal membekali Gen Z dengan keterampilan-keterampilan krusial yang dibutuhkan di era digital ini, seperti critical thinking, problem-solving, digital literacy, dan kemampuan beradaptasi.

Baca Juga :  Lebih Pilih Waras daripada Kaya? Inilah Realita Generasi Sekarang!

Akibatnya, banyak lulusan baru dari Gen Z yang merasa tidak percaya diri dan kesulitan untuk bersaing di pasar kerja. Mereka terpaksa mengambil kursus tambahan atau belajar secara otodidak untuk mengejar ketertinggalan. Situasi ini tentu menimbulkan frustrasi dan kekecewaan, mengingat ekspektasi mereka terhadap pendidikan yang seharusnya menjadi jembatan menuju kesuksesan karier. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada kelompok usia 15-24 tahun masih menjadi yang tertinggi dibandingkan kelompok usia lainnya, mengindikasikan adanya permasalahan dalam penyerapan tenaga kerja muda.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *