Tanpa Sadar, Kebiasaan 'Ramah' Ini Justru Bikin Orang Lain Menjauh (www.freepik.com)
harmonikita.com – Siapa sih yang nggak pengen disukai? Rasanya pasti enak banget kalau dikelilingi teman dan orang-orang yang nyaman sama kita. Makanya, seringkali kita berusaha untuk selalu bersikap ramah dan menyenangkan. Tapi, pernah nggak sih kamu merasa sudah berbuat baik, tapi kok ya malah ada aja yang jadi ilfeel atau bahkan menjauhi kita? Ternyata, beberapa kebiasaan yang kita anggap sebagai bentuk keramahan, justru bisa jadi bumerang dan membuat orang lain nggak nyaman lho! Yuk, kita bedah satu per satu biar kamu nggak salah langkah lagi.
Terlalu Banyak “Menyela” dengan Alasan Antusias
Pernah nggak lagi asyik ngobrol, terus tiba-tiba ada teman yang nimbrung dengan cerita yang (katanya) mirip banget sama pengalaman kita? Awalnya sih mungkin kita anggap dia antusias dan pengen nyambung. Tapi, kalau setiap kita baru mau cerita sedikit, eh dia udah motong duluan dengan “Oh, aku juga pernah kayak gitu! Malah lebih parah…”, lama-lama jadi kesel juga kan?
Maksud hati sih mungkin pengen menunjukkan empati atau berbagi pengalaman serupa biar obrolan makin seru. Tapi, seringkali cara ini malah bikin lawan bicara merasa nggak didengarkan dan ceritanya jadi nggak dihargai. Bayangkan deh, kamu lagi semangat-semangatnya cerita tentang pencapaianmu, eh malah dipotong dengan cerita orang lain yang (katanya) lebih hebat. Bukannya termotivasi, malah jadi down kan?
Kenapa Ini Bikin Dijauhi?
- Merasa Tidak Didengarkan: Orang ingin merasa didengar dan dipahami saat bercerita. Terlalu sering menyela membuat mereka merasa suaranya tidak penting.
- Fokus Berpindah: Obrolan yang seharusnya tentang pengalaman satu orang, jadi berpusat pada pengalaman orang lain.
- Terkesan Kompetitif: Menyela dengan cerita yang “lebih” seringkali terdengar seperti sedang berkompetisi, bukan berempati.
Solusinya: Coba tahan diri untuk tidak langsung menyela. Biarkan orang lain menyelesaikan ceritanya dulu. Tunjukkan ketertarikan dengan anggukan atau pertanyaan yang relevan setelah mereka selesai bicara. Kamu bisa berbagi pengalamanmu setelah itu, dengan tetap fokus pada topik awal.
Selalu Mengiyakan Semua Hal Demi Menghindari Konflik
Menjadi orang yang agreeable memang tampak menyenangkan. Nggak pernah ada drama, semua orang senang karena kita selalu setuju dengan pendapat mereka. Tapi, kalau semua hal diiyakan tanpa ada pendirian yang jelas, lama-lama kita bisa dianggap nggak punya opini atau bahkan dianggap people pleaser yang nggak tulus.
Awalnya mungkin orang akan senang karena semua keinginannya terpenuhi. Tapi, dalam jangka panjang, mereka bisa jadi meragukan ketulusan kita. Apakah kita benar-benar setuju, atau hanya ingin menghindari konfrontasi? Hubungan yang sehat butuh adanya perbedaan pendapat dan kemampuan untuk berdiskusi secara dewasa. Kalau semua serba “iya”, hubungan jadi terasa datar dan nggak ada dinamika.
Kenapa Ini Bikin Dijauhi?
- Kurang Autentik: Orang lain bisa merasa kita tidak menjadi diri sendiri dan hanya berusaha menyenangkan mereka.
- Tidak Bisa Diandalkan dalam Keputusan: Jika kita selalu mengikuti arus, orang lain mungkin ragu untuk meminta pendapat atau melibatkan kita dalam pengambilan keputusan penting.
- Hubungan Jadi Dangkal: Tidak adanya perbedaan pendapat bisa membuat obrolan dan interaksi menjadi kurang mendalam dan bermakna.
Solusinya: Belajarlah untuk menyampaikan pendapatmu dengan sopan dan asertif. Kamu nggak harus selalu setuju dengan semua orang, tapi sampaikanlah pandanganmu dengan alasan yang jelas dan menghargai perspektif lain. Ingat, perbedaan itu wajar dan bisa membuat hubungan jadi lebih kaya.
Terlalu Sering Meminta Maaf untuk Hal-Hal Kecil
Mengucapkan maaf memang baik, terutama kalau kita memang melakukan kesalahan. Tapi, kalau setiap kali tanpa sengaja menyenggol, terlambat beberapa menit, atau bahkan saat orang lain yang melakukan kesalahan pun kita ikut minta maaf, ini bisa jadi masalah. Alih-alih terlihat sopan, kita malah bisa dianggap insecure atau bahkan menyebalkan karena berlebihan.
Awalnya mungkin orang akan menganggap kita perhatian. Tapi, lama-lama permintaan maaf yang terlalu sering bisa terdengar tidak tulus dan malah mengganggu. Bayangkan deh, setiap lima menit kita mengucapkan “maaf ya…”, “maaf banget…”, “aduh, maaf…”, pasti bikin orang lain jadi risih dan bertanya-tanya, sebenarnya apa sih yang salah?
Kenapa Ini Bikin Dijauhi?
- Terkesan Tidak Percaya Diri: Permintaan maaf yang berlebihan bisa menunjukkan kurangnya rasa percaya diri dan ketidakmampuan untuk menerima diri sendiri.
- Merasa Bertanggung Jawab Atas Segalanya: Orang lain bisa merasa kita selalu memikul beban dan tanggung jawab atas hal yang bahkan bukan kesalahan kita.
- Komunikasi Jadi Tidak Efisien: Terlalu banyak kata “maaf” bisa mengaburkan inti dari percakapan.
Solusinya: Mintalah maaf hanya jika kamu memang melakukan kesalahan yang merugikan orang lain. Untuk hal-hal kecil yang tidak signifikan, cukup ucapkan terima kasih atau berikan respons yang sewajarnya. Belajarlah untuk lebih percaya diri dan tidak merasa bersalah atas segala hal.
Gemar “Curhat” Berlebihan Tanpa Melihat Situasi
Berbagi masalah dengan teman memang bisa meringankan beban. Tapi, kalau setiap bertemu kita selalu curhat tentang semua hal negatif yang terjadi dalam hidup kita, tanpa memperhatikan kondisi dan minat lawan bicara, ini bisa membuat orang lain merasa terbebani dan akhirnya menjauhi kita.
Awalnya mungkin teman-teman akan bersimpati dan berusaha mendengarkan. Tapi, kalau setiap pertemuan berubah jadi sesi terapi gratis dan kita hanya fokus pada masalah kita sendiri tanpa memberi ruang untuk obrolan lain, lama-lama mereka akan merasa lelah dan enggan bertemu lagi. Mereka juga punya masalah dan ingin didengarkan, bukan hanya menjadi tempat sampah emosi kita.
Kenapa Ini Bikin Dijauhi?
- Energi Negatif: Terlalu sering mendengar keluhan dan masalah orang lain bisa menguras energi positif.
- Merasa Dimanfaatkan: Teman bisa merasa hanya dibutuhkan saat kita punya masalah, bukan sebagai teman yang setara.
- Obrolan Jadi Satu Arah: Tidak ada timbal balik dan fokus hanya pada diri kita sendiri.
Solusinya: Pilihlah waktu dan tempat yang tepat untuk curhat. Perhatikan juga respons lawan bicara, apakah mereka terlihat tertarik dan punya waktu untuk mendengarkan. Jangan lupa untuk menanyakan kabar mereka dan memberikan kesempatan mereka untuk berbagi juga. Ingat, hubungan yang sehat itu dua arah.
Terlalu Banyak “Memuji” dengan Nada Berlebihan
Siapa sih yang nggak suka dipuji? Pujian bisa meningkatkan mood dan rasa percaya diri. Tapi, kalau pujian yang kita berikan terlalu sering, berlebihan, dan terdengar tidak tulus, justru bisa membuat orang lain merasa aneh atau bahkan curiga.
Awalnya mungkin orang akan merasa senang. Tapi, kalau setiap kali bertemu kita selalu melontarkan pujian yang sama atau pujian yang tidak sesuai dengan kenyataan, mereka bisa jadi meragukan ketulusan kita. Mereka mungkin berpikir kita punya maksud tersembunyi atau hanya berusaha menjilat.
Kenapa Ini Bikin Dijauhi?
- Terkesan Tidak Tulus: Pujian yang berlebihan dan tidak spesifik bisa terdengar dibuat-buat.
- Membuat Orang Lain Tidak Nyaman: Orang yang dipuji berlebihan mungkin merasa risih atau tidak pantas menerima pujian tersebut.
- Merusak Keaslian Interaksi: Fokus pada pujian yang berlebihan bisa mengalihkan perhatian dari obrolan yang lebih bermakna.
Solusinya: Berikan pujian yang tulus dan spesifik. Perhatikan hal-hal baik yang memang pantas dipuji dan sampaikan dengan cara yang natural. Pujian yang tulus akan jauh lebih bermakna dan diterima dengan baik.
“Berusaha Terlalu Keras” untuk Disukai
Mungkin ini adalah akar dari semua kebiasaan “ramah” yang salah kaprah di atas. Kita terlalu fokus untuk membuat orang lain terkesan dan menyukai kita, sampai-sampai kita kehilangan jati diri dan melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak nyaman bagi diri sendiri maupun orang lain.
Berusaha terlalu keras untuk disukai seringkali terlihat jelas dan justru membuat orang lain merasa tidak nyaman. Mereka bisa merasakan adanya kepalsuan atau upaya yang berlebihan. Hubungan yang sehat tumbuh secara alami, bukan dipaksakan.
Kenapa Ini Bikin Dijauhi?
- Terlihat Tidak Autentik: Orang lain bisa merasakan bahwa kita tidak menjadi diri sendiri.
- Membuat Orang Lain Merasa Bersalah: Mereka mungkin merasa terbebani untuk membalas kebaikan atau perhatian kita yang berlebihan.
- Menciptakan Jarak: Upaya yang terlalu keras justru bisa membuat orang lain merasa ada tembok pemisah dan tidak bisa dekat dengan kita yang sebenarnya.
Solusinya: Jadilah diri sendiri. Fokus pada mengembangkan kualitas diri yang positif dan membangun hubungan yang tulus berdasarkan kesamaan nilai dan minat. Biarkan hubungan tumbuh secara organik. Orang akan lebih tertarik pada keaslian daripada kepura-puraan.
Intinya: Menjadi ramah itu baik, tapi ada batasnya. Keramahan yang tulus datang dari hati dan menghargai orang lain apa adanya, bukan dari keinginan untuk selalu menyenangkan semua orang. Dengan mengenali kebiasaan-kebiasaan “ramah” yang justru bisa menjauhkan orang, kita bisa belajar untuk berinteraksi dengan lebih autentik dan membangun hubungan yang lebih sehat dan bermakna. Jadi, coba deh introspeksi diri, apakah kamu punya salah satu kebiasaan di atas? Kalau iya, yuk perlahan kita ubah!
